Ada Surat Edaran, Mendagri: Besaran Pajak Hiburan Hak Kepala Daerah

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/agr/wsj.
Pengunjung bernyanyi dengan menerapkan jaga jarak di sebuah gerai karaoke, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (4/7/2020).
Penulis: Andi M. Arief
30/1/2024, 05.30 WIB

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menginstruksikan pemerintah daerah atau pemda memberikan insentif pajak hiburan. Ia juga menyampaikan, besaran pajak hiburan menjadi hak prerogatif setiap kepala daerah.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 mengatur pajak hiburan 40% hingga 75% tahun ini bagi lima jenis usaha hiburan, yakni diskotek, karaoke, klub malam, bar, dan spa. Nilainya naik dibandingkan rata-rata nasional pajak hiburan tahun lalu 10%.

Tito mengarahkan pemda memberikan insentif pajak hiburan hingga 40%. Dengan demikian, besaran pajak hiburan tahun ini sama dengan 2023.

"Tapi ada juga poin dalam penetapan besaran pajak hiburan untuk mendorong pembangunan program daerah. Artinya, bisa langsung dari pemda memberikan pajak hiburan," kata Tito di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin (29/1).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pajak hiburan 40% hingga 75% tetap berlaku untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau HKPD.

"Sebelum UU HKPD berlaku, berdasarkan UU 28 Tahun 2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu alias PBJT hingga 75%," kata Airlangga dalam keterangan resmi, Senin (22/1).

Namun Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Haryadi Sukamdani peningkatan pajak hiburan dalam UU tentang HKPD tidak tepat dan tak memiliki justifikasi. Haryadi mengutip justifikasi Kementerian Keuangan ialah untuk keadilan semua pelaku usaha.

Haryadi menilai pajak hiburan tidak bisa disamakan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah atau PPnBM. Menurut dia, industri hiburan bukan sesuatu yang bisa dipersonalisasi kepada setiap konsumen.

Oleh karena itu, Haryadi menyarankan pemerintah langsung menutup industri hiburan secara tegas daripada menggunakan aturan pajak.

"Jangan main pajak, tidak bagus. Kami tahu persis justifikasi Kementerian Keuangan sangat lemah. Lebih banyak pada faktor-faktor 'ideologis', bukan ekonomi riil," ujarnya.

Beberapa daerah telah menetapkan tarif pajak hiburan 40% - 75%. DKI Jakarta misalnya, menaikkan tarif dari 25% menjadi 40% melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.

Kabupaten Badung menetapkan pajak hiburan naik dari 15% menjadi 40% melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023.

Rincian pajak hiburan per daerah sebagai berikut:

Pajak hiburan daerah 40%:

  1. Surakarta
  2. Yogyakarta
  3. Klungkung
  4. Mataram

Pajak hiburan daerah 50%:

  1. Sawahlunto
  2. Kabupaten Bandung
  3. Kabupaten Bogor
  4. Sukabumi
  5. Surabaya

Pajak hiburan daerah 75%:

  1. Aceh Besar
  2. Banda Aceh
  3. Binjai
  4. Padang
  5. Kota Bogor
  6. Depok
Reporter: Andi M. Arief