Kementerian Perindustrian atau Kemenperin akan mengajukan perpanjangan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu atau HGBT untuk sejumlah sektor industri. Kebijakan HGBT sebesar US$ 6 per MMBTU yang hanya berlaku untuk beberapa industri akan berakhir tahun ini.
"Kemenperin akan tetap berkoordinasi dengan Kementerian ESDM agar HGBT ini bisa dilanjutkan, karena manfaatnya memang sudah terlihat sejak dimulai penetapan HGBT," kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Putu Nadi Astuti di Bandung, Kamis (29/2).
Ia menjelaskan, dampak kebijakan HGBT adalah peningkatan penerimaan pajak dari sektor manufaktur. Ia mencatat ada peningkatan investasi dan penambahan lapangan kerja, khususnya di industri kimia hulu.
Menurut Putu, nilai investasi pada industri kimia hulu mencapai US$ 33,68 miliar pada 2022-2030. Seluruh proyek tersebut terbagi dalam 14 proyek yang tersebar di penjuru negeri.
Selain itu, nilai investasi di industri kimia hulu yang sudah terealisasi pada 2022-2023 mencapai sekitar US$ 300 juta. Investasi tersebut dilakukan oleh PT Asahimas Chemical dan PT Nippon Shokubai Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengevaluasi kebijakan HGBT untuk memastikan apakah kebijakan ini akan dilanjutkan. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2020 yang menetapkan harga gas bumi tertentu untuk tujuh sektor y, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Putu menjelaskan hal tersebut disebabkan oleh adanya proses perawatan oleh perusahaan penyalur HGBT, bukan kendala di pabrikan. Putu mencatat proses perawatan tersebut dilakukan di wilayah Jawa Barat dan Pulau Sumatra.
"Harus dianalisa kenapa penyerapan oleh industri penerima HGBT berkurang. Jadi, penyerapan HGBT sedikit itu tidak disebabkan industri," ujarnya.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebelumnya mengungkapkan, realisasi penyerapan penerima HGBT 2023 di atas 90% atau sekitar 95-96%. Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi menyebut, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan HGBT tidak dapat terserap 100%, yakni masalah pada industri hulu migas itu sendiri hingga faktor ketidakcukupan bagian negara untuk menjaga bagian kontraktor tetap utuh.
Gas murah yang tidak dapat terserap 100% ini, menurut Kurnia, secara otomatis mengurangi penerimaan negara.
“Saat ini memang kami coba evaluasi dan mungkin jumlahnya pada 2023 bisa mencapai lebih dari US$ 1 miliar potensi penurunan penerimaan negara. Namun ini masih angka-angka sementara yang nanti kami akan rekonsiliasi lebih lanjut,” ujar Kurnia.