Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan pemerintah harus menyiapkan mitigasi dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen agar tetap melindungi industri dalam negeri.
Menurut dia, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan memberikan dampak yang signifikan bagi industri komponen karena akan memengaruhi rantai pasok.
"PPN 12 persen berdampak ke rantai pasok industri," katanya di Jakarta, Rabu (21/3), seperti dikutip dari Antara.
Bob berharap kebijakan pengenaan PPN itu menjadi berada di tahap final atau di akhir. Dengan demikian, kebijakan ini tetap memberikan dampak positif bagi keberlangsungan Industri,
"Mitigasi pemerintah yang mengusahakan, yang tadinya berjenjang, ya final aja. Karena sekarang jadinya berlipat," katanya.
Diimplementasikan Pemerintahan Prabowo
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya telah memastikan PPN bakal naik menjadi 12 persen pada 2025. Dia mengatakan, aturan untuk kenaikan PPN akan dibahas lebih lanjut dan dilaksanakan oleh pemerintahan selanjutnya.
Kenaikan PPN 12 persen merupakan salah satu rencana penyesuaian pajak pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam UU HPP disebutkan bahwa berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan kembali dinaikkan 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Dalam pasal 7 ayat 3, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan yang paling tinggi 15 persen. Namun, kata Airlangga, penyesuaian peraturan itu tergantung dari kebijakan pemerintah selanjutnya, yaitu saat Prabowo Subianto menjadi presiden.
Adapun Indonesia menerapkan PPN pertama kali sebesar 10% melalui diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN. Namun, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1984 (Perppu), pemerintah memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 menjadi selambat-lambatnya 1 Januari 1986.