Menaker: Baru 11% Pekerja Informal Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah (kiri) berjalan saat akan mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/3/2024). Raker tersebut membahas pelaksanaan THR Idul Fitri Tahun 1445 H bagi pekerja sekaligus evaluasi pelindungan jaminan sosial bagi pekerja, terutama Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada 2023, serta strategi dan sinergitas dengan BPJS Ketenagakerjaan pada 2024.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
26/3/2024, 15.29 WIB

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mencatat, jumlah peserta jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja bukan penerima upah atau BPU baru mencapai 11% dari total pekerja informal. Namun, ia menilai pertumbuhan peserta Jamsostek pekerja BPU cukup cepat selama lima tahun terakhir.

Pekerja BPU adalah wirausahawan di sektor informal seperti pedagang kaki lima. Ida mendata, total peserta Jamsostek Pekerja BPU adalah 9,19 juta orang pada tahun lalu. Angka tersebut naik 53% dari capaian 2022 sebanyak 6 juta orang.

"Kenaikan peserta pekerja BPI dalam dua tahun terakhir sangat signifikan atau lebih dari 50% setiap tahunnya," kata Ida dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (26/3).

Ida menjelaskan, pekerja BPU yang menjadi peserta Jamsostek akan mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Sementara itu, layanan Jaminan Hari Tua atau JHT menjadi program sukarela.

Ia mencatat, peserta Jamsostek pekerja BPU yang mengikuti program JHT hanya 6,88% dari total peserta Jamsostek pekerja BPU. Hanya 632.794 pekerja BPU yang mengikuti program JHT pada tahun lalu.

Ida mengakui ada dua kendala utama dalam kepesertaan pekerja BPU dalam Jamsostek. Pertama, program Jamsostek belum dikenal secara luas. "Kedua, pada prakteknya keberlanjutan pembayaran iuran rendah," ujarnya

Pada saat yang sama, ia mendata pembayaran klaim ke peserta terus meningkat sejak 2019. Hal tersebut membuat rasio antara klaim dan keuangan masing-masing program membengkak.

BPJS Ketenagakerjaan mendata, total klaim Jaminan Kematian mencapai 18.308 kasus atau naik 125% secara tahunan pada 2023. Sementara itu, jumlah klaim Jaminan Kecelakaan Kerja mencapai 19.921 kasus atau tumbuh 110% secara tahunan.

Rasio klaim Jaminan Kematian tercatat mencapai 198,1% pada tahun lalu. Ida memaparkan angka rasio klaim Jaminan Kematian pada 2019 hanya 55,6%, namun angka tersebut konsisten di atas 100% pada 2020-2023.

"Kenaikan rasio klaim ini akhirnya berpengaruh pada ketahanan dana program Jaminan Kematian itu sendiri," katanya.

Ida menghitung, ketahanan dana program Jaminan Kematian BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja BPU pada akhir 2023 hanya hingga kuartal terakhir 2026. Sebab, jumlah iuran yang masuk tidak sebanding dengan biaya klaim yang keluar.

Ia menemukan, tingginya klaim Jaminan Kematian pada pekerja BPU disebabkan tingginya risiko kecelakaan kerja dan kematian yang lebih tinggi pada sektor informal. BPJS Ketenagakerjaan mendata total pekerja informal hingga Agustus 2023 mencapai 82,67 juta orang.

"Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi nilai iuran dan manfaat program Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja di BPJS Ketenagakerjaan, khususnya bagi pekerja BPU," ujarnya. 

Reporter: Andi M. Arief