Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas menargetkan kontribusi biaya logistik pada perekonomian nasional turun dari 14,1% menjadi 7%. Salah satu tantangan yang diidentifikasi pemerintah adalah kemungkinan monopoli di bidang logistik.
Direktur Transportasi Bappenas Tri Dewi Virgiyanti mengaku menerima masukan bahwa penentuan tarif logistik saat ini didominasi beberapa pemain. Namun Virgiyanti tidak menjelaskan lebih lanjut terkait dugaan tersebut.
"Harga logistik kadang tidak bisa dikendalikan saat beberapa pihak memonopoli atau hampir memonopoli pasar. Itu yang harus kami benahi tata kelolanya," kata Virgiyanti dalam Forum Diskusi Transportasi: Satu Dekade Pembangunan Infrastruktur Transportasi, Jumat (17/5).
Virgiyanti memaparkan, bahwa 80% dari biaya logistik disumbang oleh sektor transportasi. Sementara itu, hampir 50% dari biaya logistik berasal dari transportasi darat, sedangkan kontribusi transportasi laut hanya 25,5%.
Hal tersebut membuat performa logistik Indonesia masih di bawah negeri jiran, seperti Thaland, Vietnam, dan Malaysia. Virgiyanti mencatat evaluasi dari performa logistik nasional adala perlunya peningkatan kinerja pelabuhan utama di dalam negeri.
3 Sebab Performa Industri Logistik Rendah
Virgiyanti mencatat setidaknya ada tiga penyebab rendahnya performa industri logistik nasional. "Efisiensi, kapasitas angkut, dan kecepatan angkut, maupun jaringan logistik di dalam negeri belum memadai," katanya.
Pertama, waktu tempuh lintas utama pulau masih tinggi. Virgiyanti mencatat waktu tempuh pada lintas utama di dalam negeri mencapai 2,1 jam per 100 kilometer. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan Vietnam senilai 1,5 jam per 100 km atau bahkan Malaysia hingga 0,7 jam per 100 km.
Kedua, minat kereta api sebagai angkutan logistik masih rendah. Bahkan, kontribusi kereta api dalam mengangkut logistik masih di bawah 1%. Kontribusi terbesar dimiliki oleh angkutan darat hingga 91,25%. Hal ini terjadi karena terbatasnya fasilitas intermoda antara kereta api dengan moda lain.
Ketiga, skala ekonomi kapal tidak efisien. Virgiyani mencatat ukuran kapal di dalam negeri telah tumbuh dari 700 teus pada 2016 menjadi 1.168 teus pada 2022. Akan tetapi, angka tersebut jauh di bawah ukuran ideal sejumlah 2.500 teus.
Sebelumnya, Sekretaris Menteri Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan terkait utilisasi infrastruktur logistik, terutama pemanfaatan pelabuhan untuk kawasan timur Indonesia, rata-rata masih di bawah 50%.
Hal ini, selain disebabkan oleh faktor ketimpangan muatan, juga disebabkan oleh sarana fasilitas pelabuhan yang memang masih belum merata sehingga perlu perbaikan infrastruktur pelabuhan.