ICW: Tren Korupsi di Desa Terus Meningkat

Donang Wahyu|KATADATA
Ilustrasi. Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia stagnan di angka 34 poin, dengan kasus terbanyak berada di desa.
Penulis: Amelia Yesidora
Editor: Agustiyanti
19/5/2024, 21.44 WIB

Indonesian Corruption Watch atau ICW meriils laporan hasil pemantauan tren korupsi tahun lalu. Laporan tersebut menunjukkan, Indeks Persepsi Korupsi atau IPK Indonesia stagnan di angka 34 poin, dengan kasus terbanyak berada di desa.

Dari total 791 kasus korupsi di Indonesia pada tahun lalu, 187 di antaranya atau setara 23,6% berada di sektor desa. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun lalu sebanyak 155 kasus. Jumlah tersangka juga meningkat dari 252 orang menjadi 294 orang pada tahun ini.

“Jika dibandingkan dengan keseluruhan jumlah desa, jumlah kasus yang terungkap memang tergolong kecil. Namun, hal ini perlu menjadi dilihat sebagai fenomena gunung es,” tulis ICW dalam laporannya, dikutip Minggu (19/5).

Kenaikan korupsi di desa tercatat cukup konsisten sejak UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa terbit. Oleh sebab itu, ICW memandang revisi UU Desa tidak menjawab akar masalah korupsi sektor desa.

ICW menyarankan perbaikan mekanisme pengelolaan dana desa. Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi  perlu mengaktivasi kembali Satgas Dana Desa untuk mengawasi dan mengevaluasi pengelolaan dana desa.

Adapun periode pemantauan tren korupsi ICW berlangsung dari 1 Januari hingga 31 Desember 2023. Data diperoleh lewat tabulasi, mencari informasi pada setiap kabupaten dan kota di 38 provinsi serta memperoleh informasi dari media daring dan situs penegak hukum. Data itu kemudian diolah, dibandingkan, dan dianalisis secara deskriptif.

Dari pemantauan itu, ditemukan ada lonjakan masif terhadap jumlah tersangka dan kasus korupsi secara keseluruhan. Pada 2023, jumlah tersangka korupsi sebanyak 1.695 orang, naik 21,4% dari 2022 sebanyak 1.396 orang. Begitu juga dengan jumlah kasus yang naik menjadi 791 dari 579 pada 2022. Kenaikan ini sekitar 36,6%. 

Menurut ICW, peningkatan ini disebabkan belum optimalnya strategi penindakan melalui pemidanaan yang menjerakan dan strategi pencegahan. Mereka juga meminta penegak hukum memastikan setiap kasus yang terpantau tidak berhenti pada tahap penyidikan.

“Aparat penegak hukum juga perlu melakukan upaya pengembangan kasus sehingga mampu menyasar aktor-aktor lain yang diduga turut terlibat,” tulis ICW dalam laporannya, dikutip Minggu (19/5).

Kendati ada kenaikan di jumlah tersangka dan kasus, ada penurunan potensi kerugian negara. Pada 2022, korupsi merugikan negara sebesar Rp 42,7 triliun namun angkanya turun menjadi 28,4 triliun tahun lalu. Meski demikian, ICW mencatat ada potensi yang masih sangat besar untuk kerugian negara karena korupsi tahun lalu.

 

Reporter: Amelia Yesidora