Tolak Tapera, Apindo Sebut Judicial Review Pilihan Terakhir

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta WIdjaja Kamdani Berpose di kantornya, Jakarta Selasa (11/7).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
31/5/2024, 14.06 WIB

Asosiasi Pengusaha Indonesia memilih uji materi atau judicial review menjadi jalan terakhir untuk menolak program tabungan perumahan rakyat atau Tapera. Kelompok pemberi kerja ini akan meminta klarifikasi dan konsultasi publik terlebih dulu sebelum menempuh jalur hukum.

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan masalah utamanya ada di Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Secara rinci, pasal tersebut menyebut buruh perusahaan swasta dan pekerja mandiri wajib menjadi peserta program Tapera.

Secara rinci, penerima upah diwajibkan membayar iuran 3% terdiri dari 2,5% oleh pekerja dan 0,5% oleh pemberi kerja. Untuk pekerja mandiri harus membayarkan iuran sebesar 3% dari penghasilan.

"Kami menolak pembebanan iuran secara paksa. Kalau program Tapera dibuat menjadi sukarela, kami tidak ada masalah," kata Shinta di kantornya, Jakarta, Jumat (31/5).

Shinta mengakui Apindo terlibat dalam konsultasi pembentukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Namun, beleid tersebut mulai meleset dari tujuan utama pengadaan rumah bagi masyarakat miskin saat masuk ke ranah buruh dan pemberi kerja.

Apindo sudah menyurati Presiden Joko Widodo terkait UU Tapera. "Namun sayangnya, sampai peratura pemerintahnya terbit dan belum ada tanggapan terkait surat yang kami kirim," katanya.

Momentum implementasi Tapera akan memperburuk kondisi iklim usaha saat ini. Sebab, perekonomian nasional saat ini sudah tertekan pelemahan kurs rupiah dan permintaan pasar global dan domestik. Dampak implementasi program Tapera akan berdampak sistemik hingga pemutusan hubungan kerja atau PHK. 

"Sekali lagi kami tegaskan, yang jadi permasalahan adalah mengenai aspek konsep tabungan tapi harus dibayarkan secara wajib oleh pekerja dan pemberi kerja. Kalau konsepnya sukarela, kami tidak ada masalah," ucapnya.

Ia mendorong pemerintah untuk menggunakan program eksisting untuk menekan angka kebutuhan atau backlog perumahan yang telah menembus 12 juta unit tahun ini. Program yang dimaksud adalah program manfaat layanan tambahan untuk peserta jaminan hari tua BPJS Ketenagakerjaan.

Ada tiga skema pendanaan dalam program MLT, yakni pinjaman uang muka perumahan dengan pagu Rp 150 juta, pinjaman renovasi perumahan dengan pagu Rp 200 juta, dan kredit pemilikan rumah dengan pagu Rp 500 juta.


Reporter: Andi M. Arief