Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian meramal, digitalisasi bepotensi menyebabkan 80 juta lapangan kerja hilang. Pada saat yang sama, lapangan kerja baru yang akan tercipta oleh digitalisasi diperkirakan mencapai 67 juta lapangan kerja.
Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kemenko Perekonomian Chairul Saleh mengatakan, perlu ada peningkatan keahlian sumber daya manusia agar tenaga kerja dapat beradaptasi. Ini karena lapangan kerja baru yang muncul akibat digitalisasi membutuhkan keahlian baru terkait pemanfaatan teknologi.
"80 juta lapangan kerja itu sudah pasti tergantikan semua. Persoalannya, bagaimana bisa menyiapkan tenaga kerja untuk punya keahlian yang sesuai," kata Chairul di kantornya, Rabu (12/6).
Menurut Chairul, perubahan lapangan kerja akibat digitalisasi tidak bisa dihindari. Ini karena pemerintah akan mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari ekonomi digital akibat digitalisasi.
Ia menyebut, lapangan kerja yang hilang adalah pekerjaan yang sifatnya rutin dan berulang, khususnya di bidang administrasi. Pasalnya, pekerjaan tersebut akan digantikan dengan program hasil kecerdasan buatan atau AI.
Salah satu dampak digitalisasi terhadap lapangan kerja telah dirasakan oleh sektor perbankan. "Sekarang, bertransaksi di bank tidak perlu berhadapan dengan teller karena sudah ada mesin otomatis yang bisa setor dan tarik tunai dan e-banking," ujarnya.
Oleh karena itu, Chairul mencatat beberapa pekerjaan yang akan hilang akibat digitalisasi, seperti data entry, admin secretary, bookkeeping, payroll manager, customer service, general operation manager, dan stock keeping clerk.
Sementara itu, lapangan pekerjaan baru yang terbuka akibat digitalisasi adalah data analyst, data scientist, AI specialist, big data specialist, automatization process specialist, digital transformation specialist, software and application developer, dan IoT specialist.
"Pekerjaan-pekerjaan konvensional seperti pengemudi bahkan akan hilang juga, sementara tenaga kerja tetap ada. Untuk itu kami harus persiapkan tenaga kerja untuk beradaptasi," katanya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyoroti pentingnya membangun keterampilan terkait artificial intelligence (AI) dan kemampuan berpikir kritis. Baik melalui pelatihan keterampilan maupun platform pembelajaran online, workshop, maupun kolaborasi antara lembaga pendidikan dan industri.
Budi mengatakan, Indonesia saat ini berada pada titik penting, di mana teknologi dimanfaatkan untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Harapannya dapat mendukung visi Indonesia Emas 2045 sebagai bangsa yang berdaulat, progresif, adil, dan makmur.
“Transformasi digital berpotensi mendorong Indonesia keluar dari middle income trap menuju Indonesia emas,” katanya.