Keluarga Korban Kecelakaan Boeing 737 Max Tuntut Denda Rp 408 Triliun

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA.
Sejumlah puing dan barang-barang milik korban dari lokasi pesawat Boeing 737 Max 8 Lion Air yang jatuh pada Senin (29/10) pagi tiba di Jakarta International Container Terminal 2,Tanjung Priok, Jakarta.
Penulis: Sorta Tobing
20/6/2024, 15.29 WIB

Keluarga korban dua kecelakaan pesawat Boeing 737 Max mendesak Departemen Kehakiman Amerika Serikat menuntut denda sebesar US$ 24,8 miliar atau sekitar Rp 408,2 triliun kepada Boeing Co.

Pengacara keluarga korban, Paul Cassell, mengatakan jumlah itu benar dan pantas mengingat besarnya korban jiwa. Ia juga menyebut peristiwa tersebut sebagai kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah AS.

Dalam surat setebal 32 halam, dikutip dari BBC, Kamis (20/6),  Cassell menyebut pemerintah AS harus mengadili pemimpin Boeing karena mengakibatkan 346 prang tewas dalam dua kecelakaan, masing-masing pada 2018 dan 2019. 

Para keluarga merekomendasikan agar Departemen Kehakiman AS mengalokasikan sebagian dari denda untuk menciptakan pemantau independen terhadap langkah-langkah keselamatan dan kepatuhan perusahaan.

“Saya terus menekan pemerintah AS untuk meminta pertanggungjawaban Boeing dan para eksekutif perusahaannya atas kematian 346 orang. Kami tidak akan berhenti sampai kami melihat keadilan," kata Zipporah Kuria, yang ayahnya tewas dalam kecelakaan sebuah pesawat pada tahun 2019.

Surat itu juga mengutip permintaan maaf CEO Boeing Dave Calhoun di depang Kongres AS pada Selasa lalu. "Saya meminta maaf atas kesedihan yang kami timbulkan," kata Calhoun. 

Kecelakaan Boeing 737 Max

Pada Oktober 2018, seluruh penumpang Lion Air yang berjumlah 189 orang tewas setelah pesawat Boeing 737 Max jatuh di Laut Jawa 13 menit setelah lepas landas dari Jakarta, Indonesia.

Lalu, pada Maret 2019, sebuah penerbangan Ethiopian Airlines jatuh enam menit setelah lepas landas dari ibu kota Ethiopia, Addis Ababa. Seluruh 157 penumpang tewas. Kedua kecelakaan itu terkait dengan sistem kontrol penerbangan yang rusak.

Departemen Kehakiman AS sedang mempertimbangkan apakah akan menghidupkan kembali tuntutan pidana penipuan terhadap Boeing yang diajukan pada tahun 2021, terkait dengan dua kecelakaan tersebut.

Tuduhan tersebut tidak lagi berlaku sejak perusahaan mengakui mereka telah menyesatkan regulator keselamatan udara terkait aspek-aspek yang ada pada pesawat 737 Max. Boeing lalu berjanji untuk menciptakan sistem kepatuhan baru untuk mendeteksi dan mencegah penipuan lebih lanjut.

Bulan lalu, jaksa memutuskan Boeing telah melanggar penyelesaian tersebut karena panel pintu pesawat 737 Max lepas selama penerbangan Alaska Airlines pada  Januari 2024. Kecelakaan ini menyebabkan lubang menganga di badan pesawat saat penerbangan, meskipun tidak ada korban jiwa.