Suramnya Industri Tekstil: Pabrik Tutup, Puluhan Ribu Orang Kena PHK

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Pekerja menyelesaikan produksi kain di PT Trisula Textile Industries di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (1/3/2023). Bank Indonesia Jawa Barat memprediksi akan terjadi gejolak pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyusul kondisi geopolitik global dan kenaikan upah serta perlambatan ekonomi akibat inflasi tinggi di negara tujuan ekspor.
Penulis: Agustiyanti
21/6/2024, 11.36 WIB

Nasib baik kembali tidak berpihak pada industri tekstil di dalam negeri pada tahun ini. Konfederasi Serikat Pekerja Nasional memperkirakan, puluhan pabrik tutup dan lebih dari 40 ribu orang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK. 

"Data yang sudah kami validasi, ada sekitar 13.800 orang yang terkena PHK di industri tekstil, termasuk alas kaki. Tapi sebenarnya lebih dari itu. Jumlahnya saya yakin mencapai lebih dari 40 ribu orang pada tahun ini," ujar Ketua KSPN Ristandi kepada Katadata.co.id. 

Ia bercerita, pernah menghadapi somasi pada tahun lalu dari sejumlah perusahaan karena mengungkapkan data PHK yang terjadi. Ini karena perusahaan-perusahaan yang melakukan efisiensi tersebut tengah berupaya menjaga kepercayaan bank dan calon pembeli atau buyer agar tetap dapat beroperasi. 

"Karena itu, angka 13.800 orang itu sebenarnya yang sudah kami validasi tapi jumlah sebenarnya lebih dari tiga kali lipat, belum lagi yang datanya tak masuk ke kami," ujar dia. 

PHK besar-besaran di industri tekstil sebenarnya bukan hanya terjadi pada tahun ini. KSPN mencatat, sebanyak 67 ribu pekerja di industri tekstil dan alas kaki terkena PHK pada 2021-2023. Data itu menurut dia, hanya menggambarkan sebagian kecil realita yang terjadi.

“Saya berkeyakinan, itu jumlahnya sebenarnya bisa 3-4 kali lipat data kami karena banyak yang tidak lapor. Budaya di industri tekstil juga mereka tidak pernah melapor jika tidak terjadi perselisihan sehingga data PHK tidak masuk.” ujarnya. 

Ristandi menjelaskan, banyak di antara perusahaan tekstil tersebut berorientasi ekspor. PHK massal dilakukan seiring permintaan ekspor yang lesu. Sementara di dalam negeri, menurut dia, produk dalam negeri sulit bersaing dengan barang-barang impor, terutama dari Cina. 

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia atau APSyFI menyatakan penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2024 memperburuk kondisi industri tekstil nasional. Beleid tersebut dinilai memperlancar modus impor borongan TPT oleh oknum petugas bea cukai.

Ketua Umum APSyFI Redma Wirawasta mengatakan, Permendag No. 8 Tahun 2024 berhasil mengeluarkan produk mafia impor TPT yang selama ini tertahan di pelabuhan. Menurutnya, impor TPT ilegal tersebut tercermin dalam selisih data yang diterbitkan Badan Pusat Statistik dan China Custom.

Redma memproyeksikan, selisih data antara BPS dan China Custom tumbuh 166,66% dari US$ 1,5 miliar pada 2020 menjadi US$ 4 miliar pada tahun lalu. Ia menduga, selisih terjadi akibat oknum petugas bea cukai yang bekerja sama dengan mafia impor TPT.

"Kami bisa lihat dengan mata telanjang bagaimana banyak sekali oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan," kata Redma dalam keterangan resmi kepada Katadata.co.id, Kamis (20/6).

Redma menyampaikan, praktek impor borongan menjadi akar utama badai Pemutusan Hubungan Kerja dan penutupan sejumlah perusahaan dalam dua tahun terakhir. Ia menduga maraknya impor TPT borongan didukung oleh berbagai level oknum petugas bea cukai mulai dari pejabat hingga petugas di lapangan.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya membantah bahwa aturan yang dia keluarkan menjadi biang kerok penutupan pabrik tekstil dan PHK massal. Menurut, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 masih mensyaratkan pertimbangan teknis (pertek) sebagai dokumen impor produk (tekstil dan produk tekstil TPT) yang sebelumnya disyaratkan dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

"Enggak ada kaitannya dengan isu penutupan industri tekstil akibat Permendag 8/2024 karena perteknya tekstil tetap, tidak ada perubahan dalam Permendag 8/2024," kata Zulkifli di Jakarta, Rabu (19/6).

Dia juga menegaskan bahwa impor bahan baku industri tekstil tetap membutuhkan surat pertimbangan teknis (pertek) yang dikeluarkan kementerian terkait. "Loh TPT  tetap pertek Kementerian Perindustrian. Tekstil enggak ada perubahan. Industri baja, tekstil, enggak ada perubahan," katanya.

Zulkifli juga memastikan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merupakan revisi Permendag 36/2023 tidak bersinggungan langsung dengan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Pria yang akrab disapa Zulhas ini juga memastikan bahwa Permedag Nomor 8 Tahun 2024 juga tidak berkaitan dengan maraknya kabar tentang adanya penutupan industri tekstil akibat peraturan tersebut.