Impor Barang dari Cina Akan Kena Bea Masuk Hingga 200%

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/YU
Penulis: Safrezi Fitra
29/6/2024, 09.11 WIB

Pemerintah akan menetapkan bea masuk terhadap barang-barang impor dari Cina. Tarif bea masuk barang impor asal Cina ini bisa mencapai 200 persen.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan penerapan bea masuk ini untuk menyikapi persoalan perang dagang antara Negeri Tirai Bambu itu dengan Amerika Serikat (AS).

Perang dagang Cina dan AS menyebabkan terjadinya kelebihan produksi atau "over capacity" dan "over supply" di Cina, karena negara-negara barat menolak produk mereka. Sehingga produk-produk Cina akan membanjiri Indonesia, termasuk pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya.

"Dalam satu hari dua hari ini, mudah-mudahan sudah selesai permendagnya. Jika sudah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini," ujar Zulkifli, di Bandung, Jawa Barat, seperti dikutip Antara, Sabtu (29/6).

Dia menjelaskan besaran bea masuk yang akan dikenakan pada barang-barang Cina antara 100 persen dari harga barang sampai 200 persen. "Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik terhadap pakaian sampai dengan 200 persen, kita juga bisa," ujarnya

Menurutnya permendag ini, merupakan respons atas regulasi-regulasi sebelumnya tentang perdagangan dan perlindungan industri lokal yang belum memuaskan bagi semua pihak. Permendag ini juga untuk melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari gempuran produk impor.

Zulkifli mengaku sebenarnya pemerintah telah menyadari efek perang dagang China dan AS ini sejak 2022. Pihaknya pun langsung merespons demi melindungi produk dan industri dalam negeri termasuk UMKM yang terhantam membanjirnya barang dari China.

Pada tahun 2023, diterbitkan Permendag 37 yang memperketat arus barang masuk dari luar negeri. Dengan aturan ini barang impor yang sebelumnya bisa langsung masuk ke toko atau konsumen tanpa sekat, menjadi harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Ini juga akibat kebijakan post border dalam bea cukai yang tujuannya untuk mengendalikan impor.

Permendag 37 juga mengatur batasan barang Pekerja migran Indonesia (PMI) yang tidak kena pajak, maksimal senilai US$500 pada 56 jenis produk. Kemudian seluruh barang konsumen, seperti pakaian, elektronik, alas kaki, kosmetik, dan lainnya, harus ada pertimbangan teknisnya.

Dia mengatakan aturan ini mampu mengendalikan impor. Namun, dia juga mengakui ketika diberlakukan, pemerintah kelimpungan karena barang-barang PMI ketika sampai Indonesia tidak bisa jalan jalan dari bandara usai pemeriksaan bea cukai.

"Barang yang tak bisa jalan itu ratusan sampai ribuan kontainer. PMI mengamuk, bea cukai tidak siap mendetailkan produk yang segitu banyak. Akhirnya diubah menjadi Permendag Nomor 7, dengan PMI dikembalikan lagi 500 dolar terserah nanti kayak apa barangnya," ujarnya.

Ternyata Permendag Nomor 7 dalam praktiknya tidak mudah. Bahkan menyebabkan sekitar 20.000 kontainer barang-barang di berbagai pelabuhan menumpuk. Menteri pun terpaksa harus mengubah permendag Nomor 7 dengan Permendag Nomor 8.

"Namun, industri tekstil dan lain sebagainya komplain luar biasa ramai lagi minta dikembalikan Permendag 37. Dari situ dibutuhkan aturan baru untuk melindungi barang-barang yang deras masuk ke sini," ujarnya.