Pengusaha Teriak Banjir Impor Keramik Ilegal, Apa Langkah Pemerintah?

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Ilustrasi.
Penulis: Agustiyanti
16/7/2024, 14.33 WIB

Pemerintah tengah menyiapkan langkah-langkah untu merespons keluhan para pengusaha terkait keramik impor ilegal yang membanjiri pasar di dalam negeri. Salah satu yang disiapkan adalah revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permenperin) Nomor 85 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Ubin Keramik Secara Wajib.

Pejabat Fungsional Pembina Industri Direktorat Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam  Kemenperin Ashady Hanafie mengatakan revisi ini merupakan upaya untuk menjaga iklim usaha industri.  "Kami harapkan sebentar lagi bisa dikeluarkan, ditetapkan. Karena harapan dari industri, ini bisa segera diberlakukan," ujar Ashady dalam Diskusi Publik Indef secara virtual di Jakarta, Selasa (16/7). 

Ashady menyampaikan revisi Permenperin tersebut akan meliputi aturan-aturan yang lebih komprehensif terkait impor ubin keramik. Langkah ini, menurut dia, merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan impor khususnya pada sektor industri ubin keramik.

"Di dalamnya, kami sudah mulai melakukan pengaturan-pengaturan yang lebih komprehensif terkait dengan impor. Kami tidak membatasi atau menyetop impor, tapi  kami mencoba untuk mengendalikannya," kata Ashandy.

Menurut Ashady, penerapan SNI ini tidak hanya berkaitan dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tetapi juga merupakan hambatan non-tarif atau non-tariff barrier untuk impor. Selain itu, terdapat juga tax allowance atau insentif yang diberikan pemerintah sebagai pengurangan penghasilan kena pajak bagi investor yang menanamkan modalnya sesuai Undang-Undang Pemerintah Nomor 78/2019.

Kemenperin akan mengedepankan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam setiap pengadaan barang, standar industri hijau (SIH) dan harga gas bumi tertentu (HGBT). Adapun pemerintah juga akan memperpanjang atruan safeguard produk ubin keramik selama 3 tahun melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 156 Tahun 2021 yang mengenakan Bea Masuk terhadap impor ubin keramik asal China, Vietnam dan India.

"Awalnya kita berlakukan ke Cina, dan awal diberlakukan turun, setelah beberapa saat naik lagi. Ternyata pengiriman barang tidak melalui Cina tapi India dan Vietnam, akhirnya kita minta berlakukan juga ke India dan Vietnam," kata Ashady.

Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menilai, kebijakan hambatan perdagangan berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) mesti didukung penuh untuk melindungi industri domestik. Mereka menilai, kebijakan tersebut sudah sesuai dengan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

"Asaki merasakan adanya kelompok tertentu yang tidak suka industri keramik nasional menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri. BMAD harus didukung penuh karena merupakan instrumen perlindungan terhadap industri dalam negeri yang mana sesuai dengan aturan WTO," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto. 

Ia menjelaskan, industri keramik dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik baik dari sisi volume produksi maupun jenis keramik yang diinginkan. Pabrik-pabrik keramik masih memiliki kapasitas tersedia (idle) sebesar 60% atau sekitar 80-90 juta meter persegi untuk jenis keramik homogeneus tiles (HT) yang sejenis dengn mayoritas keramik impor dari Cina.

"Sangat disayangkan terjadi defisit US$ 1,5 miliar dolar AS selama tahun 2019-2023 hanya karena keramik impor yang seharusnya tidak perlu terjadi. Karena sejatinya kita mampu produksi, namun karena praktik dumping tersebut pemerintah dan rakyat jelas yang dirugikan," ujarnya.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan akan mengenakan BMAD dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau "safeguard" untuk sejumlah produk impor yang dinilai dapat mengganggu daya saing produk lokal. Tujuh sektor yang hendak dikenai hambatan perdagangan itu yakni, tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi serta alas kaki.

 Penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.

BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

Perbedaan mendasar antara tindakan anti dumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya.