Badan Pangan Nasional atau Bapanas akan melakukan intensifikasi produksi gula nasional dengan meningkatkan rendemen menjadi sekitar 12%. Strategi tersebut dinilai akan menekan harga produksi gula yang sehingga dapat menurunkan harga gula di pasar.
Rendemen adalah kadar kandungan gula yang dapat dihasilkan dari setiap batang tebu. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan produksi gula di dalam negeri tidak efisien lantaran rendemen gula masih di bawah 8%.
"Kami mau minta tolong sama Badan Riset dan Inovasi Nasional untuk mencarikan benih varietas yang baik dan disesuaikan dengan wilayahnya, sehingga tebu yang dihasilkan seperti yang dicita-citakan," kata Arief dalam keterangan resmi, Rabu (24/7).
Menurut Arief, langkah tersebut akan dibarengi dengan revitalisasi pabrik gula, penyediaan pupuk dan alat dan mesin pertanian, dan bongkar ratoon. Adapun ratoon adalah pucuk tebu yang dibiarkan setelah dilakukan panen.
Menurutnya, seluruh langkah tersebut akan meningkatkan produktivitas tebu nasional menjadi 93 ton per hektare dari rata-rata sekitar 65 ton per hektare saat ini. Pada saat yang sama, Arief menekankan pembangunan industri sistem tertutup antara BUMN Pangan dan asosiasi petani tebu.
Oleh karena itu, Arief mendorong pabrikan gula untuk membeli gula petani dengan harga yang wajar. Surat Edaran Bapanas No. 296 Tahun 2024 menetapkan Harga Acuan Pemerintah atau HAP Gula di tingkat konsumen Rp 17.500 per kg dan Rp 18.500 per kg khusus bagian timur Indonesia.
Maka dari itu, Arief mengimbau agar pabrikan membeli gula petani seharga Rp 14.500 per kg. Menurutnya, hal tersebut penting agar petani mendapatkan stimulus untuk kembali menanam tebu.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Soemitro Samadikoen mengatakan, peningkatan rendemen gula hanya perlu mencapai 10%. Rendemen 10% setara dengan produksi gula sejumlah 5 juta ton per tahun atau lebih besar 66% dari konsumsi gula nasional tahun ini 3 juta ton.
Dengan demikian, Soemitro menghitung harga produksi tebu di tingkat petani dapat ditekan jika rendemen mencapai 10%. Hal tersebut akhirnya akan menekan harga gula di tingkat konsumen yang mencapai Rp 18.010 per kg hari ini, Rabu (24/7).
"Rendemen gula tidak harus ditingkatkan sampai 12%, 10% saja bisa memenuhi kebutuhan gula nasional dan menekan harga produksi. Ini salah satu upaya konkret untuk meningkatkan kesejahteraan petani gula rakyat," kata Soemitro.
Berdasarkan data Bapanas, rata-rata nasional harga gula stabil di level Rp 18.000 per kg selama 24 hari terakhir. Walau demikian, angka tersebut lebih tinggi Rp 3.410 per kg atau 23,34% secara tahunan.
Harga gula tertinggi ditemukan di Papua Pegunungan atau hingga Rp 29.960 per kg. Sementara itu, harga gula termurah ada di Kepulauan Riau, yakni Rp 16.560 per kg. Mayoritas atau 30 provinsi tercatat memiliki harga gula di atas HAP Gula. Adapun harga gula di DKI Jakarta kini mencapai Rp 18.240 atau 4,22% di atas HAP Gula.