RI Bakal Pasok Komponen Baterai Mobil Listrik ke Tesla pada 1 Januari 2025
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan industri baterai listrik nasional akan memasok baterai mobil listrik untuk Tesla Inc pada 1 Januari 2024. Komponen baterai yang dipasok untuk Tesla akan berasal dari pabrik pengolahan nikel di kawasan industri Weda Bay, Maluku Utara.
Pabrik pengolahan itu milik ternary precursor Huaneng New Material Indonesia, yang merupakan anak perusahaan PT Huayou Indonesia. Bahkan, konstruksi pabrik Huaneng telah dimulai pada 21 April 2024 lalu.
"Hasil produksi prekursor oleh anak usaha Huayou di Maluku Utara akan digunakan untuk memenuhi permintaan bahan baku baterai listrik dalam pembuatan mobil listrik oleh Tesla," kata Bahlil di Jakarta, Senin (29/7).
Bahlil menjadwalkan pengapalan prekursor pertama besutan Huaneng ke Tesla akan dilakukan pada 1 Januari 2025. Bahlil mencatat sekitar 65% dari total produksi bahan setengah jadi dalam pembuatan baterai listrik telah diekspor ke Amerika Serikat.
Pembangunan Pabrik Baterai Mobil Listrik
Selain Huaneng, konstruksi pabrik katoda hasil investasi Indonesia Battery Corporation dan LG Energy Solution akan rampung pada paruh kedua tahun ini. Seperti diketahui, pabrik tersebut mulai dibangun di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah pada November 2023.
Bahlil menyebutkan investasi untuk membangun produksi baterai pada pabrik tersebut mencapai US$ 9,8 miliar atau setara dengan Rp 148,7 triliun. LG Energy Solution akan membangun tiga fasilitas produksi terkait baterai mobil listrik di Batang.
Investasi yang ditanamkan dalam pembangunan fasilitas pemurnian mencapai US$ 3,5 miliar. LG Energy Solution menilai pembangunan pabrik baterai terintegrasi di Batang memiliki nilai tambah yang tinggi lantaran ada fasilitas pemurnian bijih nikel. Fasilitas pemurnian tersebut dapat mengubah 100 ton bijih nikel menjadi 1 ton nikel sulfat.
Sementara nilai investasi pada fasilitas pengolahan katoda sekitar US$ 2,4 miliar. President LG Energy Solution Lee Bang Soo mengatakan fasilitas produksi prekursor dan katoda di Kawasan Industri Batang akan menjadi pabrik pertama di Asia Tenggara.
Fasilitas ketiga yaitu produksi battery cell dengan nilai investasi mencapai US$ 3,6 miliar. Kapasitas produksi fasilitas pembuatan baterai di Batang mencapai 3,5 juta unit atau setara dengan 200 gigawatt per tahun.
Eramet dan BASF Tunda Investasi
Seperti dilansir dalam laman resmi Eramet, Eramet dan BASF memutuskan untuk menolak investasi dalam pemurnian nikel-kobalt di Kawasan Industri Weda Bay. Eramet dan BASF mulai memeriksa potensi pengembangan bersama dan pembangunan fasilitas pemurnian nikel-kobalt pada 2020.
"Setelah evaluasi mendalam termasuk pembahasan terkait strategi pelaksanaan proyek, Eramet dan BASF memutuskan untuk menolak investasi tersebut," seperti tertulis dalam laman resmi Eramet yang dikutip hari ini, Senin (29/7).
Walau demikian, Eramet akan terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai pasok baterai mobil listrik berbasis nikel di Indonesia. Oleh karena itu, Eramet berkomitmen akan mengumumkan pasar nikel nasional terkait rencana aksi korporasinya.
Senada, Bahlil juga menyebut Eramet dan BASF hanya menunda investasinya di dalam negeri. Menurut Bahlil, hal tersebut didorong oleh faktor pelemahan pasar mobil listrik global pada tahun ini.
Oleh karena itu, Bahlil menyampaikan Eramet dan BASF mengubah hubungan bisnisnya dengan pasar nikel nasional. "Eramet dan BAF membuat kontrak agar produk-produk prekursor dan katoda yang dibuat di dalam negeri, dikirimkan ke pabrik-pabrik eksisting mereka untuk membuat baterai mobil listrik," ujarnya.
Sebelumnya, Eramet dan BASF berniat melakukan investasi senilai US$ 2,6 miliar untuk membuat fasilitas pemurnian nikel-kobalt. Bahlil belum menjelaskan lebih lanjut potensi ekonomi dari kontrak pengadaan prekursor dan katoda ke Eramet dan BASF.