Duduk Perkara Kemenperin Tuduh Bea Cukai Tak Transparan Isi 26 Ribu Kontainer

Kementerian Industri
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menuduh Bea Cukai tak transparan dalam menyampaikan data 26 ribu kontainer yang sempat tertahan di pelabuhan.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Agustiyanti
7/8/2024, 16.52 WIB

Kementerian Perindustrian menuduh Bea Cukai tak transparan soal isi 26.415 kontainer yang sempat tertahan di Pelabuhan pada Mei 2024. Bea Cukai sebelumnya mengaku sudah memberikan data detail kepada Kementerian Perindustrian terkait isi dari puluhan ribu kontainer tersebut. 

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan mengapa pihaknya menyebut Bea Cukai. Semua berawal dari balasan surat Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu kepada Kemenperin pada 17 Juli.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya mengirimkan surat permohonan data muatan 26.415 kontainer. Puluhan ribu kontainer tersebut disebut tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Pelabuhan Belawan pada Mei 2024.

Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu pun menyampaikan surat balasan mengenai isi dari 26.415 kontainer yang tertahan di Pelabuhan. Namun, daftar dari isi kontainer yang disebutkan itu tidak sesuai dengan permintaan Kemperin. Padahal, data tersebut dinilai sangat diperlukan dalam merumuskan mitigasi yang akan dilakukan Kemenperin.

Menurut Kemenperin, Bea dan Cukai hanya mengelompokan isi dari kontainer tersebut berdasarkan  kelompok barang delapan digit HS code. Setelah dianalisis, menurut Febri, kepastian jumlah kontainer yang tertahan justru berubah. 

“Pada 16 Mei 2024, Pak Menteri Perindustrian tanya ke Dirjen Bea dan Cukai mengenai jumlah kontainer yang tertahan di pelabuhan. Pak Askolani menjawab, kontainer yang tertahan di pelabuhan hanya sekitar 4 ribu kontainer,” kata Febri saat ditemui di Gedung Kemenperin, Rabu (7/8).

Namun tak lama setelah itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melakukan konferensi pers pada 18 Mei 2014. Hanya berselang dua hari, data jumlah kontainer yang tertahan berubah dari 4 ribu kontainer menjadi 26.415 kontainer.

“Pertanyannya kenapa dalam dua malam kontainer yang tertahan melonjak? Kami meragukan perhitungan angka 26.415 tersebut apakah benar-benar ada kontainernya?” ujar Febri.

Tak hanya itu, Febri menyebut surat tersebut hanya menyajikan data isi kontainer berdasarkan 10 besar bahan baku, 10 besar barang konsumsi, dan 10 besar barang modal sebanyak 2.416 kontainer.  Ditjen Bea dan Cukai baru menjelaskan terkait muatan 12.994 kontainer atau 49,19% total data yang seharusnya yakni 26.415 kontainer.

“Kami kemarin menyampaikan ada data yang disembunyikan, kenapa hanya dibuat berdasarkan 10 besar kelompok terbesar? Sisanya, isi 13.421 kontainer tidak dijelaskan dengan baik,” ujar Febri.

Febri mengatakan, Kemenperin membutuhkan data detail lengkap dengan HS Code 8. “Inilah pentingnya pengendalian importasi khususnya untuk produk-produk yang termasuk HS bahan baku,” kata Febri.

Mengenai pernyataan Kemenperin bahwa Kemenkeu yang belum transparan, Katadata.co.id sudah mencoba menghubungi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani dan Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heriyanto. Hanya saja keduanya belum memberikan konfirmasi. 

Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani sebelumnya memastikan Bea Cukai juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan terkait 26 ribu kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

Selain itu, Bea Cukai juga sudah menginformasikan isi 26 ribu tersebut ke Kementerian Perindustrian. Dia menegaskan, bahwa Bea dan Cukai sudah memusnahkan barang ilegal yang ada di dalam kontainer.

"Jadi kontainer itu kita assess bersama sesuai ketentuan, barang boleh masuk diperiksa oleh surveyor. Kalau nggak ada SNI larangan dan pembatasan (lartas). Dia akan di reject surveyor," ujar Askolani di Jakarta, Rabu (31/7).

Askolani menambahkan, barang-barang yang ada kontainer tersebut juga udah berdasarkan pemeriksaan dan izin persetujuan impor. Begitu juga dengan pertimbangan teknis.

"Jadi semua screening oleh person in charge (PIC), kalau semua sudah clear and clean, baru bisa mana yang bisa lewat, mana yang kemudian kita suruh re-ekspor, mana yang kemudian kita musnahkan," kata Askolani.

Reporter: Rahayu Subekti