Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai perlu adanya perluasan pasar ekspor. Ini seiring meningkatnya hambatan ekspor ke negara-negara Barat karena kampanye negatif terkait isu lingkungan.
Zulhas mencontohkan, kampanye negatif penggunaan minyak kelapa sawit di Uni Eropa. Mereka akan mengimplementasikan Regulasi Deforestasi Uni Eropa yang dinilai diskriminatif oleh pemerintah.
"Kalau hanya mengandalkan pasar barat atau pasar tradisional, repot. Banyak sekali hambatan untuk mengekspor ke sana," kata Zulhas di kantornya, Kamis (29/8).
Ia mencatat kampanye negatif telah menurunkan nilai ekspor CPO ke Uni Eropa dari US$ 5 miliar pada 2021 menjadi US$ 1,5 miliar. Oleh karena itu, perluasan pasar menjadi strategi untuk menjaga kinerja ekspor CPO nasional.
Zulhas mengatakan, setidaknya ada lima kandidat pasar yang dapat menggantikan Uni Eropa. Kandidat pertama adalah beberapa negara di Asia Selatan, seperti Pakistan, India, dan Bangladesh.
Badan Pusat Statistik mendata, surplus neraca perdagangan dengan India telah menyalip capaian Uni Eropa. Nilai ekspor nonmigas ke India pada Januari-Juli 2024 mencapai US$ 12,34 miliar. Angka tersebut tumbuh 9,88% dari capaian periode yang sama tahun lalu senilai US$ 11,23 miliar.
Nilai ekspor nonmigas ke Uni Eropa tercatat susut 2,39% secara tahunan pada Januari-Juli 2024 dari capaian Januari-Juli 2023 senilai USS$ 10,03 miliar menjadi US$ 9,79 miliar. Dengan demikian, India menjadi pasar ekspor terbesar keempat setelah Cina, Asia Tenggara, dan Amerika Serikat.
Kandidat pasar pengganti Uni Eropa kedua adalah wilayah Timur Tengah. Zulhas menjelaskan pergerakan Warga Negara Indonesia ke Timur Tengah cukup tinggi dengan adanya ibadah umroh dan haji. Sebaliknya, pergerakan warga asal Timur Tengah ke dalam negeri juga mulai meningkat.
"Oleh karen itu, kami memanfaatan perluasan pasar ekspor ke Timur Tengah," ujarnya.
Kandidat ketiga adalah negara-negara di Afrika, seperti Ethiopia. Zulhas menjelaskan perekonomian Ethiopia kin mulai maju dan menyerap banyak produk asal Indonesia. Negara lain yang juga menjadi incaran adalah Nigeria setelah melihat popularitas mi instan lokal.
"Selain itu kami juga mengincar Mesir. Sebab, mi instan saja laku di sana dengan adanya pabrik Indomie. Jadi, potensi pasar Afrika ini luar biasa," katanya.
Kandidat terakhir pengganti pasar Uni Eropa adalah Amerika Selatan. Zulhas mengaku produk-produk domestik sudah bisa memasuki pasar Amerika Selatan dengan selesainya perjanjian dagang dengan Chile.