Perjanjian Dagang RI-Uni Eropa Tuntas September, Ekspor Sepatu Bebas Bea Masuk
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menargetkan perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa atau IEU-CEPA rampung pekan depan. Penyelesaian perjanjian dagang ini akan menjadi momen bersejarah lantaran perundingannya berlangsung selama sembilan tahun.
"Berunding dengan mantan penjajah ini susah-susah gampang. Saat ini banyak hal yang mempersulit ekspor kita ke Uni Eropa karena tidak ada IEU-CEPA. Mudah-mudahan September 2024 bisa diselesaikan," kata Zulkifli alias Zulhas di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (20/8).
Dengan adanya IEU-CEPA tersebut, komoditas ekspor Indonesia yang akan masuk ke Uni Eropa akan bebas bea masuk. Zulhas mencotohkan Vietnam yang telah merampungkan perjanjian serupa dengan Benua Biru. Produk ekspor sepatu dari negara Asia Tenggara tersebut menjadi bebas bea alias 0%. Sedangkan produk sepatu dari Indonesia kena bea masuk 6% untuk dijual di Eropa.
Dengan kesepakatan tersebut harapannya dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional hingga menembus 7%. Indonesia melakukan kerja sama serupa dengan negara lain. Contohnya, RI dengan Cina dan India.
Nilai transaksi perdagangan Indonesia dengan Tiongkok naik hingga 500% selama tiga tahun terakhir. Pada periode yang sama, nilai transaksi Tanah Air dengan Negeri Bollywood tumbuh hampir 300%.
"Jadi, perjanjian dagang dengan negara lain adalah langkah yang harus dilakukan pemerintah," katanya.
Implementasi Regulasi Deforestasi Uni Eropa
Keuntungan lainnya, kesepakatan IEU-CEPA dapat menghindarkan Indonesia dari implementasi Regulasi Deforestasi Uni Eropa atau EUDR. Secara ringkas, aturan tersebut akan mempersulit masuknya tujuh komoditas ke Benua Biru, yaitu kacang kedelai, hewan ternak, kelapa sawit, kayu, kakao, kopi, dan karet alam.
Industri nasional yang akan terdampak implementasi EUDR pada Januari 2025 adalah kelapa sawit, kakao, kopi, kayu, dan karet alam. Untuk minyak kelapa sawit alias CPO, Zulhas berpendapat, tidak akan mempengaruhi industri domestik. Sebab, pemerintah berencana meningkatkan konsumsi CPO nasional melalui program biodiesel.
Pemerintah telah mengimplementasikan program campuran 35% CPO ke solar atau B35 saat ini. Campuran tersebut akan dinaikkan pada 1 Januari 2025 menjadi B40.
Selanjutnya, pemerintah akan menaikkan angka campuran tersebut hingga menjadi B60. Selain itu, campuran CPO ke bahan bakar pesawat terbang atau avtur juga sudah masuk tahap uji coba.
Sejauh ini pemerintah telah berhasilkan mencampurkan 2,4% CPO dengan avtur melalui program Bioavtur J.24. Angka tersebut diproyeksikan dapat terus dinaikkan hingga 50%.
"Kalau program Bioavtur bisa diimplementasikan, serapan CPO oleh pemerintah bisa bertambah 3 juta ton. Justru pasar dalam negeri akan perlu banyak CPO," katanya.