Kelas Menengah Merosot, Turun Kasta Jadi Rentan Miskin?

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah pekerja mnunggu kedatangan kereta di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (13/12). Pemerintah menargetkan penurunan tingkat pengangguran terbuka menjadi 7,92 juta orang atau jadi 5,5 persen dengan menciptakan tiga juta lapangan kerja pada 2022.
Penulis: Rahayu Subekti
Editor: Agustiyanti
30/8/2024, 20.17 WIB

Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, jumlah kelompok kelas menengah merosot sejak terjadi pandemi Covid-19. Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional atau Susenas Maret 2024, jumlah kelas menengah turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun ini.

Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menurunnya kelas menengah dipastikan bukan menjadi rentan miskin. “(Turunnya) ke menuju kelas menengah. Makanya tadi kan aspiring middle class-nya naik,” kata Amalia di Gedung BPS, Jumat (30/8). 

Mengutip data BPS, jumlah kelompok menuju kelas menengah pada 2019 mencapai 128,85 juta orang dengan proporsi 48,20%. Selanjutnya angka tersebut melonjak pada 2024 menjadi 137,50 juta orang dengan lroporsi 49,22%. 

Amalia mengakui penurunan kelas menengah terjadi sejak pandemi. Angka kelas menengah meningkat pada 2014 hingga 2019.

Amalia mengatakan ,angka kelas menengah pada 2014 mencapai 43,34 juta orang dan  naik menjadi 57,33 juta orang pada 2019. Namun, jumlahnya menurun menjadi 53,83 juta orang saat pandemi pada 2021 dan terus merosot setiap tahunnya hingga 2024. 

“Setelah pandemi, dia turun bertahap. Itu yang saya tadi bilang, ada long Covid-19 buat perekonomian,” ujar Amalia. 

Amalia mengharapkan data yang dimiliki BPS saat ini bisa memberikan gambaran terkini mengenai kelas menengah yang sangat penting untuk memperkuat kebijakan. Khususnya dengan penguatan daya beli masyarakat yang merupakan fondasi akselerasi pertumbuhan ekonomi.

“Kelas menengah Indonesia memiliki peran besar dalam mendukung perekonomian nasional. Karena itu, desain kebijakan yang berfokus pada kelas menengah khususnya penguatan daya beli diperlukan untuk memperkokoh fondasi perekonomian Indonesia,” kata Amalia. 

Dalam penentuan dan pengukuran kelas menengah, BPS menggunkan standar Bank Dunia pada publikasi yang berjudul Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class. Menurut Bank Dunia, kelas menengah adalah yang memiliki pengeluaran per kapita sebesar 3,5 sampai dengan 17 kali garis kemiskinan. 

Pada 2024, Amalia mengatakan garis kemiskinan secara nasional sebesar Rp 582.932. Dengan demikian, kelas menengah di Indonesia pada 2024 adalah yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan antara Rp 2.040.262 sampai dengan Rp 9.909.844.

Reporter: Rahayu Subekti