Kondisi Manufaktur RI Berpotensi Makin Jeblok, Pengusaha Minta Impor Diperketat
Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia memperkirakan kondisi manufaktur di Tanah Air semakin jeblok pada September. Para pengusaha mendorong pemerintah untuk memperketat proses tata niaga impor dan melonggarkan aturan perpajakan untuk menahan penurunan indeks PMI manufaktur.
PMI manufaktur Indonesia turun di bawah level 50,0 selama dua bulan berturut-turut. Indeks PM Agustus 2024 senilai 49,3 dan per September 2024 di posisi 48,9. Dengan kata lain, sektor manufaktur nasional berada dalam posisi kontraksi pada Agustus-September 2024.
"Penurunan PMI ini sudah terprediksi sejak April 2024 dan diperkirakan akan terus susut sampai akhir tahun ini. Perlu kebijakan yang ketat untuk melindungi pasar domestik dari serbuan impor," kata Wakil Ketua Umum Bidang Industri Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar kepada Katadata.co.id, Senin (2/9).
Bobby telah menggaungkan perlindungan pasar domestik sejak Mei 2024 saat PT Sepatu Bata Tbk gulung tikar. Kementerian Koperasi dan UKM menaksir kontribusi barang impor ilegal di pasar lokal mencapai 30%.
Ia menyampaikan, kondisi tersebut diperburuk dengan melemahnya permintaan di dalam dan luar negeri. Oleh karena itu, Bobby meminta pemerintah segera membuat program jangka pendek yang dapat menyelesaikan isu pelemahan permintaan ekspor dan penurunan daya beli kelas masyarakat.
Ia menilai insentif pemerintah terhadap kelas menengah tidak memberikan dampak maksimal untuk mendongkrak daya beli. Pendapatan dasar kelas menengah tidak naik lantaran masih banyak pengusaha yang menjual barang mentah di pasar ekspor.
Bobby mendata, pelemahan permintaan dan pelemahan daya beli membuat utilisasi sebagian pabrikan sektor manufaktur kurang dari 40%. Untuk diketahui, utilisasi minimal pabrik umumnya 50% agar dapat bertahan hidup.
"Kondisi utilisasi saat ini sudah berbahaya karena bisa terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, total PHK sepanjang tahun lalu mencapai 63.806 orang. Adapun total PHK pada Januari-Agustus 2024 naik 23,71% secara tahunan dari capaian Januari-Agustus 2023 sejumlah 37.375 orang menjadi 46.240 orang.
Praktek PHK terbanyak terjadi di sektor manufaktur, khususnya pada sub sektor tekstil, garmen, dan alas kaki. Adapun provinsi dengna jumlah tenaga kerja ter-PHK paling banyak ada di Jawa Tengah atau lebih dari 20.000 orang pada Januari-Agustus 2024.
Posisi kedua ditempati oleh DKI Jakarta dengan tenaga kerja ter-PHK lebih dari 7.400 orang. Dengan kata lain ada selisih sekitar 13.000 orang antara peringkat pertama dan peringkat kedua.
"PHK di Jawa Tengah umumnya di sektor tekstil, garmen, dan alas kaki. Kalau di DKI Jakarta kebanyakan PHK dilakukan di sektor jasa, sepert pekerja di restoran dan kafe," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri.