Pengusaha Rokok Minta Pemerintah Tunda Terbitkan Aturan Pengendalian Bahan Baku

Fauza Syahputra|Katadata
Ilustrasi rokok: Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 melarang penjualan rokok ketengan atau eceran per batang.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
3/9/2024, 14.15 WIB

Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia atau Gaprindo mendorong pemerintah untuk tidak menerbitkan aturan baru industri rokok. Hal tersebut disampaikan menanggapi wacana pengendalian bahan baku industri hasil tembakau oleh Kementerian Perindustrian.

Ketua Gaprindo Benny Wahyudi mengatakan, beleid pengendalian bahan baku rokok bertujuan untuk mencegah produsen rokok ilegal mendapatkan bahan baku. Namun, Benny menyarankan aturan tersebut tidak terbit dalam waktu dekat.

"Saya sudah minta Direktur Jenderal Agro Kemenperin untuk tidak memberlakukan dulu aturan-aturan baru di Industri Hasil Tembakau. Kami mau konsentrasi dulu pada dampak aturan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024," kata Benny kepada Katadata.co.id, Selasa (3/9).

Benny menjelaskan, proses pengadaan bahan baku industri rokok nantinya wajib menyertakan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. Bahan baku yang dimaksud beragam, seperti tembakau, kertas rokok, hingga filter rokok.

Benny mengapresiasi penerbitan peraturan tersebut. Namun, ia menilai dampak penerbitan PP No. 28 Tahun 2024 belum sepenuhnya tertangani sehingga pengaturan tambahan bahan baku industri rokok dinilai akan memperparah disrupsi di industri rokok.

Benny sebelumnya mengatakan, produksi rokok putih pada tahun lalu mencapai 9,78 miliar batang. Ia  menghitung produksi rokok putih pada tahun ini dapat susut lebih dari 1 miliar batang menjadi 8,69 miliar batang akibat PP Kesehatan.

"Ketentuan baru ini membuat kami menghadapi kesulitan di bidang perdagangan. Jika cukai rokok kembali naik pada tahun depan, produksi rokok bisa mencapai 11% tahun ini," kata Benny di Jakarta Pusat, Selasa (13/8).

Benny menilai, penurunan produksi rokok putih pada tahun ini dapat lebih dalam dari rata-rata 2019 sampai 2023 sebesar 10,5%.Ia mengatakan, penurunan produksi tersebut pada akhirnya akan membuat rokok ilegal lebih menjamur.

Ia menemukan, rokok ilegal notabenenya lebih murah hingga 70% dibandingkan rokok legal lantaran tidak membayar cukai. "Kami merasa sangat dirugikan dengan peredaran rokok ilegal ini," ujarnya.

Benny sebelumnya menyebut bahwa pemerintah harus menaikkan cukai rokok pada tahun depan. Namun, ia mendorong pemerintah agar kenaikan cukai rokok tahun depan di bawah pertumbuhan ekonomi tahun ini.

"Sebagai jalan tengah kami minta kenaikan cukai tidak lebih dari pertumbuhan ekonomi, itu mungkin masih agak optimal," kata Benny kepada Katadata.co.id, Rabu (12/6).



Reporter: Andi M. Arief