Perusahaan otomotif asal Jerman, Volkswagen berencana melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap 15.000 karyawan. Rencana PHK ini dikabarkan seiring kemungkinan penutupan pabrik mereka di Jerman.
Dikutip dari Bloomberg, Rencana PHK ini diungkapkan oleh analis asal Amerika, Jefferies Group.Jefferies mengatakan, Volkswagen bisa menutup pabrik mereka tanpa persetujuan dari dewan pengawas. Penutupan ini dapat menciptakan provisi bagi perusahaan sebanyak US$ 4,4 miliar atau Rp 67,32 triliun (kurs Rp 15.300) pada kuartal keempat mendatang.
Jefferies menyebut, wacana restrukturisasi manajemen sudah pernah muncul. Namun, hal ini dihalangi oleh dewan pengawas. “Serikat pekerja akan merasa tertekan untuk mencapai kesepakatan baru. Sementara Volkswagen dapat memaksakan PHK,” kata para analis di Jefferies Group dikutip dari Bloomberg, pada Selasa (17/9).
Para analis juga mengatakan para pekerja hanya bisa bereaksi mogok kerja karena tuntutan upah meskipun ada risiko gangguan di pabrik Volkswagen. Tuntutan tak mencakup rencana penutupan pabrik ataupun PHK.
Seorang juru bicara Volkswagen yang dikonfirmasi Bloomberg masih enggan berkomentar terkait hal ini.
Volkswagen saat ini sedang menghadapi tantangan terkait biaya yang tinggi dan persaingan yang kian ketat dengan Tesla dan produsen mobil Cina, BYD Co. Awal September 2024, Volkswagen mencabut perlindungan pekerja yang telah diberikan selama tiga dekade di Jerman. Ini merupakan imbas dari peringatan kemungkinan penutupan pabrik Volkswagen di Wolfsburg, Jerman untuk pertama kalinya.
Keputusan ini dikhawatirkan memicu konflik dengan perwakilan buruh. Sebab, dewan pengawas pabrik Volkswagen di Wolfsburg ini diisi oleh perwakilan buruh. Selain itu, terdapat komposisi kepemilikan saham 20% dari negara bagian Lower Saxony di Jerman yang menunjukkan keberpihakannya kepada serikat buruh.
Tidak hanya di Wolfsburg, Tim Jeffries menyampaikan bahwa Volkswagen sedang mempertimbangkan penutupan tiga hingga lima pabrik lainnya di Jerman. Manajemen Volkswagen mengatakan mereka tidak mempunyai opsi alternatif jika pembicaraan dengan serikat pekerja untuk meningkatkan daya saing gagal.