Menhub: Implementasi Avtur Ramah Lingkungan Bukan Hanya soal Bisnis

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) menyebut,, implementasi SAF bukan hanya berkaitan dengan bisnis industri aviasi, tapi juga teknologi, finansial, dan memasarkannya.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
17/9/2024, 14.14 WIB

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menekankan implementasi avtur berkelanjutan atau sustainable aviation fuel/SAF harus dilakukan bersama negara tetangga. Tujuan gelaran Asia Pacific Air Transport Forum 2024 di Bali adalah langkah awal penerapan SAF. 

Menurut Budi, implementasi SAF bukan hanya berkaitan dengan bisnis industri aviasi, tapi juga teknologi, finansial, dan memasarkannya. Negara sahabat yang mengirimkan perwakilan ke ajang tersebut adalah Laos dan Timor Leste.

"Banyak hal yang memang perlu dipikirkan dalam implementasi SAF, bagaimana akhirnya SAF menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan bagi industri aviasi," kata Budi dalam keterangan resmi, Selasa (17/9).

Budi menekankan, kolaborasi menjadi penting dalam penerapan SAF di dalam negeri. Salah satu yang disoroti Budi dalam Asia Pacific Air Transport Forum 2024 adalah peningkatan skala bisnis SAF.

Ia menegaskan, pemerintah Indonesia berkomitmen dalam mengembangkan SAF. Menurutnya, komitmen tersebut sejalan dengan agenda Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau ICAO.

SAF terakhir yang dikembangkan di dalam negeri adalah pencampuran minyak inti sawit atau PKO sebanyak 2,4% dengan avtur atau J2.4. Bahan bakar tersebut telah lolos uji terbang pada B737-800 OK-GFX tahun lalu.

Budi menilai, kawasan Asia Pasifik menjadi wilayah strategis dalam implementasi SAF. Sebab, teknologi dan pasokan SAF terpusat di Asia Pasifik, khususnya di Indonesia.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menargetkan, Indonesia menjadi pemasok SAF terbesar di Asia Tenggara. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan program pencampuran bahan bakar nabati selama delapan tahun terakhir.

"Ke depan, Indonesia akan menyiapkan untuk 5 persen dari penggunaan avtur yang diharapkan Indonesia menjadi supplier terbesar di ASEAN," kata Airlangga di Universitas Gunadarma Depok, Kamis (29/8).

Dia mengatakan, Indonesia terus berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca, melalui Enhanced Nationally Determined Contribution, yaitu sebesar 31,89% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional. Indonesia juga menargetkan mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.

Menurut Airlangga, akselerasi inovasi energi baru terbarukan dan transisi energi menjadi penting. Pasalnya, energi adalah kontribusi utama dari gas rumah kaca di Indonesia, yaitu mencapai 34 persen dari total energi gas rumah kaca.

"Suka-tidak suka transisi hijau ini adalah upaya yang paling efektif,” ujarnya.



Reporter: Andi M. Arief