Tugas Berat Prabowo usai Jokowi Resmikan Smelter Tembaga Freeport dan Amman

ANTARA/Sugiharto Purnama
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) meresmikan smelter tembaga dan fasilitas pemurnian logam mulia PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Senin (23/9/2024).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
26/9/2024, 15.58 WIB

Jelang pelantikan pada 20 Oktober 2024, Presiden Terpilih Prabowo Subianto sudah memiliki tugas berat untuk membangun industri penggunaan tembaga. Sebab Indonesia kini memiliki dua smelter tembaga baru.

Yang pertama milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Smelter kedua berada di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, milik PT Amman Mineral Internasional Tbk. Presiden Joko Widodo meresmikan kedua pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga tersebut pada awal pekan ini. 

Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan, agar kedua smelter dapat terus beroperasi, serapan tembaga nasional harus ditingkatkan. Salah satunya dengan mempercepat pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik  atau EV,

Langkah lainnya adalah dengan mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS. Pembangkit jenis ini juga membutuhkan tembaga dalam pembuatan panel surya. 

Menurut dia, saat ini belum ada pabrikan lokal yang akan menyerap hasil produksi smelter Amman. Begitu pula dengan Freeport, yang sebelumnya mengirimkan 36% total produksi tembaganya ke PT Smelting di Gresik dan 60% ke Atlantic Cooper SLU di Spanyol.

"Persiapan industri dalam negeri untuk menyerap tembaga hasil produksi Amman dan Freeport jadi sangat penting saat ini," kata Ferdy kepada Katadata.co.id, Kamis (26/9).

Freeport telah menanamkan investasi besar untuk smelter barunya tersebut. Angkanya mencapai Rp 56 triliun dengan fasilitas pemurnian 1,7 juta ton konsentrat tembaga untuk mengolahnya menjadi 900 ribu ton katoda per tahun.

Untuk smelter Amman, nilai investasinya mencapai Rp 21 triliun dengan kapasitas 900 ribu ton per tahun. Pabrik ini dapat memproses konsentrat tembaga dari tambang Batu Hijau dan Elang di NTB. Produksi utamanya adalah 220 ribu ton per tahun katoda tembaga dengan kemurnian 99,99%.  

Ferdy memperkirakan kedua perusahaan sudah mempersiapkan diri apabila tidak ada industri dalam negeri yang mampu menyerapnya. "Mereka memiliki pembeli khusus di Jepang yang dapat memberi kontrak perdagangan jangka panjang," katanya. 

Desain Kebijakan Industri

Hilirisasi tembaga, menurut Ferdy, sebaiknya tidak berhenti pada pembangunan smelter Amman dan Freeport. Dalam hitungannya, nilai tambah dari proyek ini hanya sekitar 9%, meskipun ada efek berganda untuk ke perekonomian nasional dan lokal.

Pemerintah seharusnya fokus pada pengembangan produk dari smelter ke industri hilir lainnya. "Nilai tambahnya dapat melonjak lebih dari 100%," katanya. 

Metode pengembangan industri hingga ke produk akhir tersebut banyak dilakukan negara maju, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Cina. Karena itu, pemerintah Indonesia perlu membangun kebijakan hilirisasi tembaga secara komprehensif. 

Langkah tersebut menjadi penting agar industri tembaga tidak dikuasai investasi asing, seperti yang terjadi pada hilirisasi nikel. Ferdy mengatakan, hilirisasi nikel kini  dikuasai investor Tiongkok.  "Investor lokal tidak bisa melawan dan akhirnya hilirisasi nikel dimonopoli Cina," ujarnya.

Reporter: Andi M. Arief