Potensi Investasi Baterai Kendaraan Listrik Capai US$ 25 M hingga 2029

Katadata/Fauza Syahputra
CEO Katadata Indonesia Metta Dharmasaputra (kiri), Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto (tengah) dan Ketua Bidang Perikanan dan Peternakan APINDO Hendra Sugandhi saat berbincang dalam dialog "Hilirisasi untuk Masa Depan Industri" di Katadata Forum pada Rabu (9/10).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
9/10/2024, 13.53 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menilai investasi di sektor hulu industri nikel sudah jenuh. Namun, masih ada potensi investasi di fasilitas produksi baterai kendaraan listrik hingga 2029 mencapai US$ 25 miliar.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan,  mayoritas investor bidang baterai kendaraan listrik berasal dari luar negeri, dengan porsi lokal hanya mencapai 9%.

"Investasi paling besar dari Cina, tapi investasi itu tidak berasal dari Cina saja karena sudah bergabung dengan investor dari negara lain, seperti Indonesia, Eropa, dan Amerika Serikat," kata Seto di Indonesia Future Policy Dialogue Katadata, Rabu (9/10).

Seto menilai, investasi pada bagian pemurnian dalam hilirisasi nikel dan industri baja nirkarat telah jenuh. Jika investasi di bidang smelter diteruskan, ia menilai keseimbangan pasar pun akan rusak.

Karena itu, menurut Seto, hilirisasi nikel akan fokus pada ekosistem kendaraan listrik.  Ia menyarankan agar pemerintah selanjutnya bijak dalam melanjutkan hilirisasi nikel ke tahap selanjutnya. Indonesia kini telah mendominasi pasokan nikel dunia hingga 60%.

"Dunia umumnya tidak suka kalau ada satu hal yang terlalu terkonsentrasi di satu wilayah. Jadi, faktor geopolitik berperan dengan kekuatan pasar Indonesia yang besar," katanya.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier sebelumnya mengatakan, untuk hilirisasi nikel butuh investasi US$ 51,7 miliar, bauksit US$ 270,3 juta, dan tembaga US$ 18,6 miliar.

Investasi di industri nikel untuk pengembangan nikel kelas satu, seperti mixed hydroxide precipitate (MHP), nickel matte, nickel plate, nikel sulfat, dan kobalt sulfat. "Termasuk hidrometalurgi ada di sini untuk mendukung baterai listrik," kata Taufiek dalam rapat bersama Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (19/3).  

Hidrometalurgi merupakan metode memperoleh logam dari sumbernya dengan memakai reaksi kimia dalam larutan berair.  

Untuk industri bauksit, investasinya untuk pengembangan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) alumina, ingot aluminium, dan aluminium ekstrusi. Lalu, pengembangan tembaga untuk menghasilkan katoda tembaga, batang tembaga (copper bar and rods), dan kawat tembaga.

Reporter: Andi M. Arief