Menteri Basuki: Penyelesaian Backlog Perumahan Tidak Bisa Bergantung pada APBN
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki hadimuljono menilai pengentasan kebutuhan atau backlog rumah tidak bisa hanya mengandalkan anggaran negara. Angka backlog rumah pada akhir tahun lalu mencapai 9,9 juta unit.
Satuan Tugas Perumahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana untuk mensubsidi seluruh rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Anggaran yang direncanakan untuk subsidi tersebut mencapai Rp 200 triliun.
"Saya kira backlog perumahan tidak bisa diatasi hanya dengan APBN. Menurut saya, backlog perumahan perlu diselesaikan bersama dengan pihak swasta," kata Basuki di kantornya, Kamis (10/10).
Basuki menyampaikan, subsidi untuk menekan backlog perumahan dapat dilakukan dengan pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP. Menurutnya, negara tidak bisa langsung membangun rumah bagi masyarakat.
Walau demikian, Basuki mengaku belum melihat arah kebijakan yang akan dibuat Satgas Perumahan Presiden Terpilih. Namun, ia sependapat bahwa penyelesaian backlog perumahan harus diselesaikan dengan pemilikan rumah oleh masyarakat.
Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat mendata anggaran FLPP yang telah disalurkan pada 2020 2024 mencapai Rp 146,37 triliun. Seluruh anggaran tersebut digunakan untuk membangun 1,55 juta unit rumah.
Pemerintah mengalokasikan anggaran FLPP senilai Rp 17,02 triliun untuk pembangunan 200.000 rumah pada 2024. Adapun hingga 1 Oktober 2024, total FLPP yang telah disalurkan mencapai Rp 19,72 triliun untuk membangun 160.705 unit rumah.
Anggota Satgas Perumahan Prabowo Bonny Minang mengatakan, subsidi penuh pembangunan perumahan bagi MBR akhirnya akan menyuntikkan dana segar ke perekonomian nasional. Selain itu, kredit bermasalah atau NPL perbankan untuk pemilikan rumah akan berkurang drastis.
"Pada akhirnya, bank tidak akan memiliki NPL untuk Kredit Pemilikan Rumah, kenapa? Karena yang bayar pemerintah," kata Bonni di Indonesia Future Policy Dialogue Katadata, Rabu (9/10).
Karena itu, Bonny menilai tantangan terbesar dalam pengentasan backlog perumahan bukan pembiayaan. Menurutnya, isu terbesar dalam pembangunan rumah bagi MBR adalah merapihkan peraturan di dalam negeri, khususnya terkait pertanahan.
Bonny menilai kebijakan dan perizinan dalam bidang pertanahan terlalu banyak sehingga menjadi permasalahan. "Badan Pertanahan Nasional jadi satu bagian permasalahan awal dalam rencana pengentasan backlog perumahan," ujarnya.
Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membentuk kembali Kementerian Perumahan Rakyat yang saat ini fungsinya digabung menjadi Kementerian Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR. Kementerian Perumahan Rakyat sempat ada di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi dilebur menjadi PUPR di pemerintahan Jokowi.
Rencana untuk menghidupkan kembali Kementerian Perumahan Rakyat dikemukakan oleh Ketua Satgas Perumahan Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Ia menyampaikan rencana tersebut dalam pertemuan APEC Business Advisory Council di Jakarta pada Sabtu (31/8).
Namun, seperti apa Kementerian Perumahan Rakyat yang akan Dibangun Prabowo?
Hashim menjelaskan, Prabowo sudah setuju untuk mendirikan Kementerian Perumahan Rakyat seperti yang sebelumnya sempat dimiliki Indonesia. Ia bahkan menyebut anggaran untuk kementerian baru tersebut telah dialokasikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025.
"Kita sudah masukkan angka kepada RAPBN kita tahun depan. Angka waktu kita tetapkan Rp 53 triliun untuk mulai. Pak Prabowo sudah setuju, kita akan mendirikan Kementerian Perumahan seperti dulu," ujar Hashim yang juga merupakan adik dari Prabowo di Jakarta Pusat, akhir bulan lalu.
Ia menjelaskan, Kementerian PUPR nantinya akan dipecah menjadi dua. Kementerian Pekerjaan Umum akan mengurus pembangunan infrastruktur, sedangkan Kementerian Perumahan Rakyat akan mengurus pembangunan rumah.
Menurut Hashim, Prabowo menargetkan dapat membangun dua juta unit rumah di pedesaan pada tahun pertama pemerintahannya. Konstruksinya akan dibangun UMKM, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa.
"Perusahaan konstruksi konglomerat dilarang untuk masuk di bidang ini," kata dia.