Liputan Khusus | Arah Pemerintahan Baru

Basuki Dukung Syarat Pendapatan Maksimum Penerima FLPP Diubah jadi Rp 12 Juta

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.
Menteri PUPR yang juga Plt Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono (tengah) bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kiri) Wakil Menteri ATR yang juga Plt Wakil Kepala Otorita IKN Raja Juli Antoni (kanan) memberikan keterangan pers usai mengikuti rapat dengan Presiden Joko Widodo di Istana Garuda IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (29/7/2024). Presiden Joko Widodo menggelar rapat perdana di Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan Otorita IKN dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimd
Penulis: Andi M. Arief
10/10/2024, 14.06 WIB

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mendukung perubahan syarat penerima bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan menjadi berpenghasilan maksimal Rp 12 juta per bulan. Syarat penerima FLPP saat ini memiliki pendapatan maksimal Rp 8 juta per bulan.

Pendapatan tersebut merupakan total pendapatan suami dan istri jika sudah berkeluarga. Basuki menilai, penyesuaian syarat maksimal pendapatan penerima bantuan FLPP menjadi Rp 12 juta per bulan adalah langkah yang bagus.

"Usulan penyesuaian syarat pendapatan maksimum jadi Rp 12 juta per bulan sudah lama disampaikan. Syarat pendapatan saat ini merupakan hasil penyesuaian yang sebelumnya antara Rp 4 sampai Rp 5 juta," kata Basuki di kantornya, Kamis (10/10).

Basuki menilai, penyesuaian tersebut pada akhirnya dapat menekan angka kebutuhan atau backlog perumahan yang mencapai 9,9 juta unit tahun lalu. Sebab, Basuki berpendapat masyarakat dengan pendapatan Rp 8 sampai Rp 12 juta masih membutuhkan FLPP untuk memiliki rumah.

Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro menjelaskan, rendahnya syarat pendapatan maksimum merupakan penyebab utama tingginya angka generasi milenial yang belum memiliki rumah. Kementerian PUPR mendata 81 juta generasi milenial belum memiliki rumah.

Sebanyak 63,12% dari 81 juta generasi milenial yang belum memiliki rumah mengaku belum mampu secara finansial. Sementara itu, 28,63% beralasan belum menemukan rumah yang tepat dan memilih menunda memiliki rumah.

Budi menduga mayoritas generasi milenial yang telah dua tahun bekerja sudah tidak layak mendapatkan bantuan FLPP. Ia  menghitung pendapatan generasi milenial yang baru lulus naik dari Rp 5,5 juta per bulan menjadi lebih dari Rp 8 juta per bulan setelah dua tahun bekerja.

"Pendapatan lebih dari Rp 8 juta per bulan itu pendapatan suami-istri. Kasihan generasi muda ini tidak bisa menikmati fasilitas subsidi," kata Budi di Indonesia Future Policy Dialogue Katadata, Rabu (9/10).

Sementara itu, Budi mengatakan, sebagian besar generasi milenial tidak mampu memenuhi pendanaan jika menggunakan kredit komersial dalam membeli rumah. Alhasil, arus kas pada rumah khusus MBR buatan Perumnas tersendat akibat minimnya pembelian.

Ia menilai masalah penyerapan rumah baru menjadi masalah industri perumahan saat ini. Budi mendorong pemerintah untuk mengaktifkan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat untuk menyerap semua hasil produksi Perumnas.

Budi berargumen penunjukkan BP Tapera sebagai lembaga penyerap rumah akan memperlancar arus kas Perumnas. Selain itu, Budi menyampaikan BP Tapera dapat kembali menyerap rumah yang gagal cicil.

"Dengan demikian, data ketersediaan rumah dan berapa rumah yang harus dibangun bisa dihitung dengan tepat. Sebab, sebagian MBR membeli rumah untuk investasi, bukan sebagai tempat tinggal," ujarnya.


Reporter: Andi M. Arief

Liputan khusus Arah Pemerintahan Baru ini didukung oleh: