Alasan Pemerintah Keluarkan Minyak Goreng Curah dari DMO: Kesehatan dan Harga
Kementerian Perdagangan menyebut ada dua alasan pemerintah mengeluarkan minyak goreng dari kebijakan kewajiban pasar domestik atau DMO. Pertama, untuk mendorong konsumsi minyak goreng yang lebih higienis. Kedua, untuk mengendalikan harga.
"Harga minyak goreng curah sangat flutuatif karena sangat elastis terhadap harga minyak sawit mentah (CPO) ," kata Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Bambang Wisnubroto dalam konferensi pers secara virtual, Senin (14/10).
Dalam aturan terbaru Peraturan Mendag Nomor 18 Tahun 2024 tertulis jenis minyak goreng yang masuk dalam kebijakan DMO hanya merek MinyaKita. Pemerintah mewajibkan eksportir menyisihkan jatah untuk pasar domestik, sebelum melakukan ekspor, sejak harga minyak goreng melonjak hingga Rp 25 ribu per liter pada paruh pertama 2022.
Kebijakan DMO yang baru, menurut Bambang, telah berjalan efektif. Harga rata-rata nasional minyak goreng kemasang premium hanya naik 0,36% secara bulanan menjadi Rp 21.180 per liter. Harga MinyaKita tumbuh tipis 0,72% secara bulanan menjadi Rp 16.877 per liter.
Harga minyak goreng curah justru terkerek 1,26% secara bulanan menjadi Rp 16.542 per liter. Pada saat yang sama, harga CPO di pasar berjangka tumbuh 14,44% secara bulanan menjadi 4.404 ringgi Malaysia per ton.
Fokus ke Dua Wilayah
Ada dua wilayah yang harga MinyaKita lebih mahal 10% dari harga eceran tertinggi atau HET Rp 15.700 per liter. Keduanya adalah Nusa Tenggara dan Maluku-Papua.
Harga di Nusa Tenggara mencapai Rp 17.400 per liter atau 10,8% lebih tinggi dari HET pada Jumat lalu, sedangkan di Maluku-Papua lebih besar 13,4% atau senilai Rp 17.800 per liter.
"Ini tentu menjadi perhatian kami untuk segera mempercepat distribusi ke Nusa Tenggara dan Maluku Papua," kata Bambang.
Ia akan mendorong produsen untuk memanfaatkan badan usaha milik negara bidang pangan, seperti Perum Bulog, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia dalam proses distribusi. Ketiga BUMN pangan tersebut dapat menjadi lini pertama dalam rantai distribusi.
Pasokan MinyaKita secara keseluruhan, menurut Bambang, masih terjaga. Volume DMO yang telah disetorkan eksportir CPO telah mencapai 1,2 juta ton hingga pekan kedua Oktober 2024. "Ketersediaan minyak goreng berdasarkan pantauan kami di pasar sangat mencukupi," katanya.