Pengusaha: Pemecahan Kemenparekraf Tak Masalah, Cuma Bikin Pemerintah Repot

Arief Kamaludin|KATADATA
etua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia atau GIPI Haryadi Sukamdani memperkirakan, penyesuaian peraturan terkait ekonomi kreatif baru akan terjadi pada akhir tahun depan.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
16/10/2024, 16.30 WIB

Pelaku usaha pariwisata menilai pemisahan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tidak akan berdampak signifikan. Langkah tersebut pernah terjadi pada periode pertama Presiden Joko Widodo 2014-2019.

"Jadi, pemisahan itu membuat pemerintah repot sendiri saat itu, kalau pelaku usaha tidak ada masalah," kata Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia atau GIPI  Haryadi Sukamdani kepada Katadata.co.id, Rabu (16/10).

Berdasarkan pengalamanan pada 2014, menurut Hariyadi, dibutuhkan waktu satu tahun untuk Badan Ekonomi Kreatif yang baru terbentuk dapat beroperasi secara efisien. Karena itu, Haryadi memperkirakan, penyesuaian peraturan terkait ekonomi kreatif baru akan terjadi pada akhir tahun depan. Hal tersebut tidak akan banyak mempengaruhi pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Maulana Yusran mengapresiasi pemisahan Kemenparekraf menjadi dua lembaga berbeda. Ini karena masing-masing bidang, yakni pariwisata dan industri ekonomi kreatif memiliki cakupan yang luas.

Industri pariwisata memiliki 13 subsektor industri, sedangkan industri ekonomi kreatif memiliki 17 subsektor industri. Dengan demikian, Maulana menilai pemisahan Kemenparekraf dapat membuat penyelesaian isu di kedua industri tersebut lebih cepat.

Maulana berargumen Kemenparekraf harus dipisah untuk meningkatkan daya saing industri pariwisata nasional di Asia Tenggara. Sebab, peringkat industri pariwisata Indonesia di Asia Tenggara kini menduduki peringkat kelima atau setelah Vietnam.

 Maulana menilai, Kementerian Pariwisata yang akan dibentuk pada pemerintahan selanjutnya dapat memperbaiki beberapa regulasi yang kini menekan industri pariwisata. Regulasi yang dimaksud adalah, wajib sertifikasi halal, pajak hiburan yang tinggi, dan harga tiket pesawat rute domestik yang mahal.

"Kondisi industri pariwisata saat ini cukup pelik, apalagi bicara hotel dan restoran," kata Maulana.

Di sisi lain, Maulana menilai pembentukan Badan Ekonomi Kreatif akan memperbaiki pengelolaan industri ekonomi kreatif secara nasional. Pemerintah sejauh ini hanya memperhatikan industri kreatif berskala mikro sampai menengah

Sementara itu, Maulana berargumen industri kreatif berskala besar kerap tidak diperhatikan selama lima tahun terakhir. Menurutnya, minimnya pengelolaan industri kreatif secara makro berkontribusi pada rendahnya daya saing industri pariwisata.

"Hal penting yang harus dibahas pemerintah selanjutnya adalah bagaimana menciptakan daya saing yang sehat," katanya.

Reporter: Andi M. Arief