Meski Pailit, Sritex Didesak Penuhi Pesangon 20.000 Pekerja yang Terancam PHK
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex resmi dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Negeri Semaran, Jawa Tengah pada Senin (21/11). Akibatnya, Sritex bakal melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara bertahap terhadap 20.000 tenaga kerja.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengingatkan agar Sritex tidak bermain-main terkait pencairan pesangon bagi tenaga kerja yang terkena PHK. Sebab, perusahaan dapat terkena pidana penjara selama satu tahun jika tidak membayar pesangon pekerja.
Selain itu, Said meminta agar pimpinan Kementerian Ketenagakerjaan tidak melindungi Sritex terkait pembayaran pesangon pekerja. "Pemerintah jangan melindungi yang salah," kata Presiden KSPI Said Iqbal di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (24/10).
Dapat Dihindari Jika Pemerintah Menaikan Upah Buruh
Di sisi lain, Said menilai kebangkrutan Sritex dapat dihindari jika pemerintah menaikkan upah minimum pada tahun ini sesuai tuntutan buruh.
Untuk diketahui, Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah tahun ini hanya naik 4,02% atau Rp 78.778 menjadi Rp 2,03 juta per bulan. Kenaikan UMP Jawa Tengah masih jauh dari tuntutan UMP KSPI sekitar 15% pada 2024.
"Kalau upah dinaikkan, daya beli seharusnya naik tahun ini. Sritex cukup menyuruh karyawannya untuk membeli produk Sritex, karena semua orang perlu baju," kata Said.
Said juga menyampaikan strategi yang sama pernah dilakukan di Brasil dalam pemerintahan Presiden Brasil Lula Da Silva periode 2007-2011. Saat itu, Presiden Lula menaikkan upah minimum hingga 30%.
Kenaikan upah minimum tersebut juga dibarengi dengan aturan bahwa buruh harus membeli produk lokal. Walau demikian, Said menekankan bahwa kebangkrutan Sritex bukan hanya disebabkan oleh pengupahan maupun kenaikan UMP pada 2024.
Seperti diketahui, Sritex merupakan satu-satunya pemegang lisensi di Asia yang berhak memproduksi seragam militer Jerman. Pada masa jayanya itu, Sritex pun berhasil membukukan laba bersih mencapai US$ 68 juta atau setara Rp 936 miliar.
Pada 2018, laba perusahaan melesat menjadi US$ 84,56 juta. Perusahaan pun masih mencetak kenaikan laba pada 2019 menjadi US$ 87 juta. Namun kinerja Sritex mulai turun pada 2020 saat masa pandemi Covid-19.
Meski demikian, perusahaan masih mampu mencetak laba US$ 85,32 juta pada 2019. Kinerja keuangan Sritex semakin memburuk sejak 2021 dengan kerugian mencapai US$ 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,66 triliun rupiah (asumsi kurs Rp 14.500/US$).