Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait akan memakai tanah hasil sitaan negara untuk membangun rumah. Targetnya, sebanyak tiga juta unit akan terbangun pada 2025.
Ia telah bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan ada 1.000 hektare lahan sitaan. “Jaksa Agung siap menyerahkan, saya sudah bicara dengan Menteri Keuangan (Sri Mulyani). Kami akan bertemu agar tanah dari koruptor ini bisa digunakan untuk rakyat kecil,” ujar Ara.
Pihaknya masih menghitung kompensasi penggunaan tanah sitaan ini. Dia juga harus meyakinkan menteri-menteri terkait perihal konsep tersebut.
Strategi penggunaan tanah sitaan penting untuk memperbesar kontribusi anggaran negara dalam program tiga juta rumah. Pemanfaatan lahan ini berpotensi menekan harga pembangunan properti hingga 40%.
Ia berharap agar para anggota kabinet terkait dapat segera menyampaikan kata setuju terhadap usulannya. Salah satu anggota kabinet yang dimaksud adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Bu Sri Mulyani seorang birokrat yang matang. Dia pasti mempertimbangkan semua hal terkait usulan saya," kata Maruarar, kemarin.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perumahan juga akan melakukan efisiensi anggaran. "Jadi kami bukan hanya mengamankan keuangan negara. Apalagi ada ratusan material yang dibutuhkan untuk rumah," kata pria yang akrab disapa Ara itu saat rapat bersama Komisi V DPR, Jakarta, Selasa (29/10).
Penghematan tersebut bertujuan untuk menurunkan harga rumah turun dan masyarakat dapat membelinya. Ia mencontohkan salah satu caranya adalah dengan kerja sama dengan pabrik yang menjadi produsen material untuk membangun rumah, seperti semen.
Untuk membangun tiga juta rumah, Ara menghitung, butuh biaya belasan triliun rupiah. “Kalau kami sepakat dengan pabrik semen dan bisa mendapatkan diskon. Itu bisa membuat harga jual rumah yang murah untuk rakyat,” ujarnya.
Biaya Sewa Rusun Pasar Rumput
Ara juga meminta penurunan biaya sewa di rumah susun (rusun) yang berada di Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Rusun ini telah diserahkan oleh Kementerian PUPR ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada dua tahun lalu.
Rusun tersebut memiliki 1.984 unit, namun baru ada 400 kamar terisi oleh masyarakat yang terdampak kebakaran di Manggarai beberapa waktu lalu. Sampai saat ini jumlah kamar yang kosong masih berkisar 1.400 unit.
Dengan biaya sewa yang dipatok Pemprov DKI Jakarta mencapai Rp 3,5 juta per bulan, menurut Ara, angka ini terlalu mahal untuk rakyat kecil. “Akhirnya kami hitung, kebutuhan biayanya Rp 18 miliar setahun. Dibagi lagi jadi Rp 1,5 miliar per bulan sehingga ketemu angka sewa Rp 1,25 juta per bulan,” ujarnya.
Menurut Ara, dengan angka ini pengelola rusun yakni PD Pasar Jaya tidak merugi dan juga tidak untung. Kamar rusun yang masih kosong ini sebagian akan dialokasikan untuk TNI dan Polri yang berpenghasilan rendah, untuk aparatur sipil negara (ASN) hingga guru.
Dia juga meminta adanya subsidi silang penyediaan rumah untuk para pekerja yang kantornya di kawasan Thamrin dan Sudirman. Hal ini disebut Ara sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan.
“Kami membuat gerakan, bagaimana membangun rumah yang mendekati kantor mereka. Jadi jangan mereka tinggalnya di Depok dan Bogor, itu lama dan tidak efisien,” kata dia.