Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan saat ini pembahasan upah minimum provinsi atau UMP 2025 masih berlangsung. Kemenko Perekonomian menyerahkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan.
"Nanti Pak Menaker (Yassierli) yang akan menjalankan detailnya. Memang titik kritisnya untuk UMP maksimal 21 November sudah ditetapkan. Kalau yang kabupaten pada 30 November 2024," kata Susiwijono di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (12/11).
Pada pekan pertama November 2024, biasanya data variabel penghitungan UMP sudah disampaikan. Formulanya penghitungan masih menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan pada 10 November 2023.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya memutuskan beberapa hal mengenai ketenagakerjaan yang tercantum dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Beberapa hal yang disoroti dalam putusan MK yaitu meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan terhadap regulasi yang menyangkut pengupahan, perjanjian kerja, outsourcing, dan hak-hak pekerja lainnya.
Aturan tentang turunan dari UU Cipta Kerja adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan. Susiwijono memastikan pemerintah akan melakukan penyesuaian terhadap PP tersebut. "Tapi yang paham teknisnyan Kemenaker," ujar Susiwijono.
Dewan Pengupahan Nasional juga sudah mulai pembahasan mengenai UMP 2025. Pada dasarnya, Susiwijono mengatakan, pemerintah tetap akan menjalankan putusan MK. "Putusan MK sudah inkrah, sudah ada. Tinggal kami jalankan, nanti untuk revisi undang-undangnya dikasih waktu dua tahun," ucapnya.
Kemampuan Kelas Menengah Terus Merosot
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyoroti data historis kenaikan UMP yang terlalu rendah setelah terbitnya UU Cipta Kerja. Kondisi ini menyebabkan pelemahan upah riil pekerja dan memengaruhi kemampuan kelas menengah dalam menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok.
Menurut Bhima, terdapat keterkaitan UMP yang rendah dengan jumlah kelas menengah yang terus menurun. Bahkan, pemerintah belum pernah menggunakan upah minimum sebagai kebijakan counter cyclical dalam 10 tahun terakhir.
"Padahal upah minimum yang lebih baik akan mendorong konsumsi rumah tangga, menguntungkan pelaku usaha serta pertumbuhan ekonomi secara agregat," ujar Bhima.
Dari hasil simulasi yang dilakukan Celios, jika kenaikan UMP bisa mencapai 10% maka bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga hingga total Rp 67,23 triliun. Peningkatan ini dihasilkan dari konsumsi pekerja dan dampak ganda dari kenaikan konsumsi.