RSPO: Praktik Industri Sawit Ramah Lingkungan di Indonesia Berkembang Pesat
Bangkok-Indonesia dinilai memiliki perkembangan pesat dalam praktik berkelanjutan di industri sawit, terlepas dari sejumlah masalah yang masih dihadapi. Praktik berkelanjutan tak hanya diterapkan dalam skala perusahaan besar, tetapi juga di tingkat petani mandiri.
Direktur Assurance RSPO Aryo Gustomo menjelaskan, hampir setengah dari total 400 ribu petani mandiri yang sudah tersertifikasi RSPO berasal dari Indonesia. Beberapa negara lain, seperti Thailand juga tengah berupaya meningkatkan jumlah petani yang tersertifikasi.
Lembaga sertifikasi ini mendorong para pelaku industri melakukan perbaikan secara internal dalam pengelolaan sawit yang berkelanjutan dan mengutamakan pelestarian lingkungan. Pemegang sertifikat RSPO memiliki peluang untuk memasuki pasar yang lebih besar, meskipun tidak ada jaminan yang pasti.
"Kami punya program penghidupan yang lebih baik, yang mendorong kelompok petani untuk meningkatkan kapasitas anggotanya, dan jika mereka ingin memiliki setifikasi, kami memiliki program persiapan sebelum sertifikasi," ujar Aryo kepada Katadata.co.id di sela The Annual Roundtable Conference on Sustainable Palm Oil (RT 2024) di Bangkok, Selasa (12/11).
RSPO memastikan para petani kecil memahami pentingnya memiliki sertifikasi, persyaratan yang dibutuhkan, serta persiapan untuk mencapai penilaian. Mereka juga memberikan sejumlah panduan kepada petani, termasuk dalam hal resolusi konflik.
Aryo mengatakan, RSPO juga memiliki program pendanaan untuk para petani kecil. Pendanaan ini ini tersedia bagi petani yang memenuhi kriteria dan mengajukan proposal, tetapi harus memiliki pendamping atau co-funding. Program ini dapat membantu petani kecil dalam persiapan sertifikasi, peningkatan kapasitas, serta praktek berkelanjutan lainnya.
Akses Pasar Lebih Baik
Aryo menjelaskan, sertifikasi yang diberikan RSPO kepada para anggotanya, baik petani maupun perusahaan besar dapat memberikan akses yang lebih baik terhadap pasar ekspor. Banyak negara yang saat ini menuntut informasi praktik sawit berkelanjutan secara menyeluruh, termasuk bagaimana sawit diperdagangkan, yang sudah disediakan RSPO.
Ia mencontohkan, pelaku ekspor sawit ke Jepang membutuhkan sertifikasi RSPO, terlepas dari transaksi perdagangan yang sudah difasilitasi melalui perjanjian dagang antara negara. "Kami membantu anggota dalam pertukaran data, ketertelusuran, termasuk memberikan informasi pelabuhan tujuan berikutnya, dari mana pasokan berasal, dan banyak informasi," ujar dia.
RSPO pun optimistis para anggota mereka dapat memenuhi aturan deforestasi Eropa atau The EU Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku pada tahun depan. Ia mencontohkan, salah satu perusahaan yang mengklaim mampu memenuhi ketentuan EUDR sebelumnya telah memiliki sertifikasi RSPO.
Tak Selalu Bebas Konflik, Tapi Harus Ada Solusi
Aryo mengakui anggota RSPO terkadang tak bisa lepas dari konflik yang mungkin terjadi dalam perjalanan, termasuk dalam hal sengketa lahan adat, yang kini masih terjadi. Namun, RSPO memastikan anggotanya memiliki rencana yang terarah untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kami memiliki persyaratan yang sangat ketat, apa pun yang berkaitan dengan komunitas sosial, konflik apa pun, perselisihan apa pun, persyaratan kami mengatakan bahwa anggota harus menyelesaikannya," ujar dia.
Ia menekankan, para anggota RSPO harus memiliki mekanisme internal penyelesaian keluhan masyarakat dan menetapkan prosedur mereka. Terlepas dari itu, menurut dia, RSPO juga memiliki mekanisme pengaduan kepada lembaga.
"Jadi sebenarnya sejak awal kami sudah menyiapkan beberapa opsi untuk semua orang, untuk komunitas atau semua orang yang mempunyai keluhan terhadap anggota tertentu," kata dia.