Minyakita Dijual Mahal di Pasar, Pemerintah akan Distribusikan Lewat Bulog

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/Spt.
Pedagang menata minyak goreng minyakita di Pasar Bulak Klender, Jakarta Timur, Kamis (28/11/2024). Kementerian Perdagangan akan menormalkan harga Minyakita yang mengalami kenaikan harga rata-rata secara nasional mencapai Rp17.100, kembali ke Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan sebesar Rp 15.700 per liter dalam waktu 2-3 hari.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
9/12/2024, 15.42 WIB

Badan Pangan Nasional akan segera menugaskan Perum Bulog menjadi distributor utama Minyakita. Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengatakan skema tersebut dapat menekan harga Minyakita di pasar sesuai harga eceran tertinggi Rp 15.700 per liter.

Kementerian Perdagangan mendata. rata-rata nasional harga Minyakita mencapai Rp 17.100 per liter hari ini, Senin (9/12) atau lebih tinggi hampir 9% dari yang seharusnya.

"Presiden Prabowo Subianto saat rapat terbatas mengatakan kalau harga Minyakita masih tinggi saat dikerjakan pihak swasta, Bulog saja yang distribusi. Masih ada minyak goreng jenis lain yang bisa dijual pihak swasta," kata Arief di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Senin (9/12).

Arief menilai, distribusi Minyakita oleh Bulog adalah langkah yang tepat mengingat lokasi gudang Bulog yang banyak dan tersebar di penjuru negeri. Ia mencatat, Bulog kini mengoperasikan 1.593 gudang di dalam negeri.

Arief menyampaikan, pendistribusian Minyakita oleh Bulog akan didiskusikan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian hari ini, Senin (9/12). Namun, Ia menilai tantangan mendasar dari tingginya harga Minyakita hari ini adalah kecepatan distribusi.

Karena itu, Arief mendorong pemerintah daerah untuk membentuk Cadangan Pangan Pemerintah Daerah di masing-masing wilayah hingga tingkat kecamatan. Menurutnya, langkah tersebut sangat penting untuk menjaga ketersediaan pangan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar.

"Salah satu fokus kami adalah di sekitar wilayah Papua Tengah dan Papua Pegunungan, sebab daerah tersebut membutuhkan intervensi pemerintah terkait distribusi pangan," ujarnya.

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia sebelumnya menduga tren peningkatan harga minyak goreng selama 30 hari terakhir disebabkan oleh manipulasi pihak oknum. Perbuatan jahat ini terjadi karena disparitas harga MinyaKita dan minyak goreng kemasan premium.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menduga, oknum jahat itu memborong MinyaKita untuk dijual di pasar ekspor senilai Rp 18 ribu per kilogram. "Masyarakat saat ini hanya menerima sebagian kecil yang disetor eksportir minyak sawit mentah (CPO)," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Nataru 2024/2025 di Jakarta, Kamis (5/12).

Ia menghitung, kebutuhan MinyaKita untuk masyarakat prasejahtera adalah 150 ribu ton per bulan, sedangkan realisasi kewajiban para eksportir untuk menyetor kebutuhan domestik atau DMO mencapai 214 ribu ton pada bulan ini.

Tingginya DMO disebabkan meningkatnya harga CPO di pasar global. Kenaikannya mencapai 46,31% menjadi US$ 1.390 per ton dibandingkan awal tahun ini yang senilai US$ 95 per ton.  

Kewajiban memasok kebutuhan domestik tersebut bertujuan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng untuk masyarakat prasejahtera. Minyak goreng DMO tersebut kemudian dijual oleh produsen lokal dengan merek pemerintah, MinyaKita.

Reporter: Andi M. Arief