Pengusaha: Impor untuk Industri Tak Bisa Disetop, Kualitas Lokal Belum Mumpuni
Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia atau AIPGI menyatakan impor garam untuk kebutuhan industri tidak bisa dihentikan. Ini karena kualitas dan volume produksi garam di dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan pabrikan.
Ketua Umum AIPGI Cucu Sutara memperkirakan produksi garam di dalam negeri hanya 1,78 juta ton per tahun atau 41% dari kebutuhan garam industri yang mencapai 4,3 juta ton per tahun. Perkiraan Cucu lebih rendah hampir 20% dari capaian produksi garam rakyat tahun lalu sekitar 2,2 juta ton.
"Kami telah membeli dan mencoba menggunakan garam lokal untuk kebutuhan industri. Semua industri pengolahan yang melakukan hal tersebut mendapat keluhan dari pelanggannya," kata Cucu kepada Katadata.co.id, Kamis (9/1).
Cucu mengatakan, pihaknya mendukung target pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Namun, ia mendorong pemerintah untuk objektif untuk memandang sumber pasokan garam kebutuhan industri, khususnya pabrik pangan olahan.
Ia menemukan hasil uji garam lokal di laboratorium pabrik menunjukkan kadar beberapa variabel yang tinggi, seperti magnesium, kandungan air, impuritas, dan cemaran logam. Hasil uji lab juga menunjukkan konsentrasi garam hasil tambak rakyat juga rendah.
Konsentrasi garam untuk industri aneka pangan adalah antara 94% sampai 96%. Karena itu, Cucu mengingatkan bahwa penghentian impor garam akan menghentikan proses produksi industri pengolah garam dan industri makanan dan minuman di dalam negeri.
"Utilisasi produksi industri sangat bisa turun ke bawah 60%. Jangan salahkan mesin terkait kualitas garam lokal," katanya.
Dampak Ramadan 2025
Konsumsi pangan olahan pada Ramadan umumnya naik hingga tiga kali lipat dibandingkan bulan biasa. Pelaku industri makanan dan minuman mulai melakukan persiapan sekitar dua bulan sebelum Ramadan untuk mempersiapkan lonjakan permintaan tersebut.
Cucu menilai, Peraturan Presiden No. 126 Tahun 2024 yang melarang penggunaan garam impor oleh industri pangan olahan memberatkan. Ia mengatakan, industri pangan olahan yang kini memiliki hasil olahan garam impor maupun industri makanan minuman yang memiliki garam impor tidak bisa menggunakan stok tersebut.
Cucu pun memperkirakan sebagian pabrik pangan olahan akan menghentikan produksi dalam waktu dekat. "Karena itu, sebagian pabrikan akan merumahkan karyawan hingga melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Yang jelas, penghentian impor garam untuk industri pangan olahan akan berpengaruh besar ke produktivitas kami," katanya.
Direktur Jenderal Agro Kemenperin Putu Juli Ardika sebelumnya mengatakan, pemerintah harus memverifikasi temuan Gapmmi sebelum membuka keran impor garam untuk industri pangan olahan. Ini karena ia menemukan sebagian industri makanan dan minuman sudah menyerap garam lokal.
Karena itu, Putu berencana memeriksa kapasitas garam lokal bersama pengusaha dan petambak dalam waktu dekat. Adapun verifikator kualitas garam lokal akan berasal dari lembaga penelitian yang dapat membedah kualitas garam lokal.
Putu sebelumnya mengatakan, pemerintah akan meningkatkan kualitas garam lokal agar bisa diterima industri aneka pangan. Adapun kemurnian garam untuk aneka pangan adalah antara 94% sampai 96%.
"Ini masih ada ruang untuk diskusi, nanti dilihat hasilnya seperti apa. Itikadnya adalah meningkatkan teknologi produksi garam nasional sehingga dapat memenuhi kualitas garam yang dibutuhkan," katanya.