Kemendag Jamin Ketersediaan CPO untuk MinyaKita Tak Terpengaruh Program B50

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/foc.
Pedagang memperlihatkan kemasan minyak goreng rakyat (MGR) atau Minyakkita di Pasar Manis, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (16/6/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 432 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga minyak goreng kemasan sederhana merek Minyakita di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter pada pekan pertama Juni 2025.
23/10/2025, 16.54 WIB

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan pasokan minyak sawit mentah (CPO) yang dialokasikan untuk mandatori biodiesel 50% atau B50 tidak akan memengaruhi pasokan untuk minyak subsidi MinyaKita.

“Tidak akan, kita kan negara penghasil sawit terbesar di dunia, CPO itu salah satu produk turunan,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Iqbal Shoffan Shofwan saat temui di kantornya, Kamis (23/10).

Dia menyebut kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan sebab Indonesia sudah mengatur terkait Minyakita sejak 2022. Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kelangkaan minyak goreng.

Terakhir kita mengalami kelangkaan itu kan di 2022. Sejak saat itu Kementerian Perdagangan mengeluarkan beberapa peraturan menteri, sejak saat itu sampai sekarang itu tidak pernah terjadi kelangkaan minyak goreng,” ujarnya.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan pemerintah akan mengurangi ekspor crude palm oil (CPO) sebanyak 5,3 juta ton. Pengurangan dilakukan guna mendukung pelaksanaan program mandatori campuran biodiesel 50% atau B50 untuk bahan bakar minyak (BBM) Biosolar pada 2026.

Menurut Amran, langkah pengurangan diambil sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan bahan baku fatty acid methyl ester atau FAME untuk komponen utama biodiesel. Ia menjelaskan Indonesia kini mengekspor 26 juta ton CPO per tahun dari total produksi nasional yang berada di sekitar 46 juta ton. Adapun sisa 20 juta ton CPO diolah di dalam negeri.

"B50 membutuhkan CPO 5,3 juta ton. Ekspor ini nantinya kita tarik 5,3 juta ton untuk kemudian dijadikan biofuel. Jadikan pengganti Solar," kata Amran dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta pada Kamis (9/10).

Meski begitu, ia menekankan rencana penyesuaian volume ekspor CPO akan tetap bersifat dinamis mengikuti kondisi pasar global. Pemerintah menurut dia akan melihat situasi yang lebih berpihak pada masyarakat. 

"Kalau harga CPO dunia naik, mungkin saja kita lepas B50 turun menjadi B40 kembali. Tapi begitu harga turun, kita tarik kembali menjadi biofuel," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Mela Syaharani