Peternak Tak Nikmati Harga Telur Melambung, Bantah Kenaikan karena MBG

ANTARA FOTO/Andry Denisah/bar
Pekerja memasukkan telur ayam ke dalam rak di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (20/10/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan harga telur ayam ras mengalami peningkatan pada pekan kedua Oktober 2025 yakni rata-rata mencapai Rp31.277 per kilogram atau naik 1,51 persen dibanding September 2025 dan telah berada diatas Harga Acuan penjualan (HAP) sebesar Rp30 ribu per kilogram.
12/11/2025, 17.23 WIB

Kenaikan harga telur ayam di tingkat pedagang, ternyata tidak dinikmati oleh peternak yang terpaksa menjual komoditas tersebut dengan harga rendah. Padahal, Kementerian Perdagangan mendata rata-rata nasional harga telur ayam di tingkat konsumen mencapai Rp 32.000 per kg atau di atas harga acuan pemerintah (HAP) senilai Rp 30.000 per kg.

Presiden Asosiasi Peternak Layer Nasional atau APLN, Ki Musbar Mesdi, mengatakan beberapa peternak terpaksa menjual telur ayam ke pedagang antara Rp 24.000 sampai Rp 26.000 per kg. Nilai tersebut berada di bawah HAP tingkat peternak senilai Rp 26.500 per kg.

"Di satu sisi pedagang menekan harga telur di tingkat peternak hingga menjadi Rp 24.000 per kg saat ini, setelah itu menjual dengan harga setinggi-tingginya ke konsumen dan menyalahkan program Makan Bergizi Gratis," kata Presiden APLN Ki Musbar Mesdi kepada Katadata.co.id, Rabu (12/11).

Musbar menyanggah alasan pedagang di mana kenaikan harga telur disebabkan karena program makan bergizi gratis (MBG). Pasalnya, konsumsi telur oleh setiap dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi hanya sekitar 400 kilogram per pekan. Sementara itu, kapasitas produksi telur ayam nasional mencapai 17.900 ton per hari.

Dia menuding kenaikan telur tersebut disebabkan karena permainan pedagang. Pedagang menekan harga di tingkat peternak agar bisa menjual telur ayam ke dapur SPPG dengan harga lebih murah. Alhasil, pedagang telur ayam dapat menjual ke oknum dapur SPPG sesuai dengan HAP di tingkat peternak.

MBG akan Beli Telur Langsung ke Peternak

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa berencana untuk menghubungkan dapur SPPG langsung dengan peternak ayam petelur. Menurutnya, langkah tersebut akan meminimalisasi kompetisi pembelian telur ayam antara dapur SPPG dan masyarakat di pasar.

Ketut mengatakan sudah menyampaikan rencana untuk menghubungkan dapur SPPG dan peternak ayam petelur kepada Badan Gizi Nasional. "Minimal dapur SPPG harus mengambil telur ayam dari koperasi. Sebab, pembelian telur ayam oleh SPPG di pasar pasti akan mendongkrak harga di tingkat konsumen," kata Ketut.

Di sisi lain, Ketut menyampaikan pemerintah tetap akan mengucurkan investasi senilai Rp 20 triliun untuk membangun 322 fasilitas produksi bibit ayam. Menurutnya, realisasi investasi tersebut akan dilakukan oleh perusahaan pelat merah di bidang pangan di 28 kluster yang tersebut di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.

Selain itu, Ketut mengatakan pemerintah akan menyiapkan dana Kredit Usaha Rakyat khusus peternak ayam skala kecil senilai Rp 50 triliun. Dana segar tersebut akan ditujukan untuk pembangunan peternakan baru di daerah dengna defisit neraca produksi daging dan telur ayam.

"Peternakan-peternakan baru tersebut akan fokus memasok kebutuhan MBG di masing-masing daerah. Kami sedang mengusahakan bunga yang dinikmati peternak lebih rendah dari 6% agar dapat membuka lapangan kerja untuk 1,4 juta orang," ujarnya.

Kementerian Pertanian mendata ada 142 kabupaten/kota yang konsisten memiliki harga telur ayam di atas HAP pada Januari-Oktober 2025. Pada periode yang sama, 94 kabupaten/kota kerap memiliki harga daging ayam di atas HAP.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Andi M. Arief