Dana Moneter Internasional menyetujui permintaan pinjaman oleh Republik Kirgistan sebesar US$ 120,9 juta atau sekitar Rp 2 triliun. Kirgistan merupakan negara pertama yang memperoleh bantuan keuangan darurat dari IMF untuk mengatasi dampak pandemi corona.
Pinjaman tersebut akan diberikan kepada Negara Asia Tengah itu untuk memenuhi kebutuhan neraca pembayaran yang terdampak Pandemi corona. Ini untuk membantu katalisasi dukungan donor dan sumber daya kesehatan gratis untuk penanganan Covid-19.
Guna menyerap goncangan pandemi, pemerintah Kirgistan telah menerapkan pelonggaran sementara kebijakan makroekonomi dan keuangan.
Dewan Eksekutif IMF pada Kamis (26/3) sepakat untuk mengucurkan pinjaman melalui rapid financing instrument atau RFI sebesar US$ 80,6 juta dan rapid credit facility atau RCF sebesar US$ 40,3 juta.
(Baca: Sri Mulyani Terharu, Jokowi Ikuti Pertemuan G20 Meski Masih Berduka)
Ini merupakan pinjaman darurat IMF pertama di bawah RFI/RCF di seluruh dunia sejak pandemi.
Merebaknya pandemi ini telah melemahkan prospek ekonomi makro Republik Kirgistan dan memperbesar kesenjangan neraca pembayaran yang diperkirakan sekitar US $ 400 juta. Ada tingkat ketidakpastian yang tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya seputar proyeksi ini.
Dukungan IMF membantu meningkatkan penyangga dan menopang kepercayaan bagi ekonomi Kirgistan. Ini juga membantu mengkatalisasi dukungan donor dan melestarikan ruang fiskal untuk pengeluaran kesehatan esensial terkait COVID-19
“Pandemi COVID-19 telah memukul ekonomi Kirgistan dengan sangat keras dan menciptakan kebutuhan neraca pembayaran yang mendesak. Semua sektor terkena dampak dengan tingkat keparahan ekstrem karena langkah-langkah diambil untuk menghentikan penyebaran virus," ujar Direktur Pelaksana Bank Dunia Kristalina Georgieva dalam keterangan resmi.
Georgieva mejelaskan ketidakpastian yang tinggi saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dukungan IMF diharapkan dapat menjadi penyangga dan meningkatkan kembali kepercayaan ekonomi di negara tersebut.
"Dukungan ini juga membantu menjaga ruang fiskal untuk pengeluaran kesehatan esensial terkait COVID-19 dan mengkatalisasi dukungan donor," kata dia.
(Baca: Sri Mulyani: IMF Sebut Ekonomi Global Tahun Ini Negatif Karena Corona)
Untuk mengatasi krisis, kebijakan ekonomi makro dan keuangan perlu dilonggarkan. Peningkatan inflasi sementara akibat melemahnya nilai tukar pun perlu diakomodasi.
“Pelebaran sementara defisit anggaran dapat disesuaikan, asalkan dapat sepenuhnya dibiayai dengan pembiayaan donor," kata dia.
Dalam jangka pendek, prioritas kebijakan pemerintah perlu diarahkan untuk melindungi kesehatan dan mendukung dampak pandemi pada ekonomi. Adapun dalam jangka panjang, defisit anggaran kembali dapat diturunkan.