Jalan menuju perdamaian perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok agaknya akan semakin panjang. Sebab, Presiden AS Donald Trump kembali menebar ancaman untuk mengenakan tarif yang lebih tinggi untuk barang-barang Negeri Panda jika tidak segera membuat kesepakatan dagang.
Komentar itu muncul selama pertemuan dengan kabinet presiden di Gedung Putih, Selasa (20/11). Dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu, telah terjebak dalam jalan buntu negosiasi perdagangan selama hampir dua tahun.
"Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan Tiongkok, saya akan menaikkan tarif lebih tinggi," kata Trump dalam pertemuan tersebut dikutip dari CNBC International, Rabu (20/11).
Komentar itu langsung disambut reaktif oleh pasar keuangan.
(Baca: Transaksi Harian Bursa Kecil, Investor Tunggu Kejelasan Perang Dagang)
Sebelumnya, AS dan Tiongkok telah menyepakati membentuk perjanjian perdagangan fase pertama pada Oktober. Namun, Beijing maupun Washington mengirim sinyal beragam untuk mendorong kemajuan negosiasi dagang.
Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan, awal bulan ini kedua negara telah sepakat untuk membatalkan beberapa tarif yang ada secara bersamaan. Namun tak berapa lama kemudian, Trump mengatakan dia tak setuju untuk membatalkan tarif, sehingga memupuskan harapan kesepakatan dagang.
"Mereka menginginkan kemunduran. Saya belum menyetujui apa pun, "kata Trump.
Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow pada Jumat (18/11) mengatakan Jumat bahwa negara-negara itu "semakin mendekati" kesepakatan perdagangan.
(Baca: Perjanjian Dagang AS-Tiongkok Belum Jelas, Harga Emas Dunia Naik)
Adapun sehari setelahnya, Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He berbicara dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer.
Menurut Kementerian Perdagangan Tiongkok, para pejabat tengah melakukan "diskusi konstruktif," dan setuju untuk tetap melanjutkan berhubungan.
AS telah mengenakan tarif sekitar US$ 500 miliar pada barang-barang Tiongkok yang lantas dibalas oleh negara itu dengan tarif sekitar US$ 110 miliar untuk produk Amerika.
Perang dagang yang berlarut-larut antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah berdampak negatif terhadap perekonomian dunia.
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) sebelumnya menyatakan, perang dagang berpotensi menggerus produk domestik bruto (PDB) dunia pada tahun depan sebesar US$ 700 miliar.
"Sudah jelas semua pihak akan rugi dalam perang dagang. Untuk ekonomi global, perang dagang akan menciptakan kerugian secara akumulatif mencapai US$ 700 miliar atau 0,08% PDB pada 2020," ujar Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dikutip dari laman resmi IMF, Rabu (9/10).
(Baca: Tiongkok Pesimistis Capai Kesepakatan Dagang, Rupiah Melemah Tipis)
Dia menyebut, kerugian tersebut setara dengan perekonomian Swiss. Berdasarkan data IMF, PDB Swiss pada tahun lalu mencapai US$ 707 miliar.
Perkiraan kerugian itu meningkat dibanding proyeksi IMF sebelumnya yang disampaikan Lagarde sebesar US$ 450 miliar atau setara 0,5% PDB dunia. Sementara itu, IMF memproyeksi dunia kehilangan PDB sebesar hampir US$ 500 miliar pada tahun ini.
Menurut Georgieva, hampir 90% negara di dunia akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini. Kondisi ini berbanding terbalik dari dua tahun lalu yang menunjukkan kenaikan pertumbuhan pada hampir 75% negara di dunia.
"Pekan depan, kami akan merilis outlook ekonomi dunia yang menunjukkan penurunan proyeksi untuk 2019 dan 2020," kata dia.