Rujuk Sesaat, AS Tuding Tiongkok Lakukan Propaganda Pembatalan Tarif

Lightwise/123RF.com
Ilustrasi perang dagang AS-Tiongkok. Penasehat Gedung Putih membantah kabar batalnya penarikan tarif AS terhadap Tiongkok dan menyebutnya sebagai propaganda.
Penulis: Ekarina
8/11/2019, 18.14 WIB

Harapan rujuknya Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok terkait perang dagang dan kesepakatan pembatalan tarif agaknya harus kandas. Pasalnya, Penasehat Perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro justru membantah kabar itu dan menyebutnya sebagai propaganda.

Pada Kamis (7/11) waktu setempat sebelumnya beredar kabar AS dan Tiongkok telah bersepakat membatalkan tarifnya satu sama lain sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase pertama.

Namun, hal itu langsung  dibantah pejabat AS dan meminta publik tak langsung mempercayainya, terutama jika pernyataan tersebut tidak datang langsung dari presiden AS, Donald Trump.

(Baca: AS - Tiongkok Setuju Batalkan Tarif Dagang dalam Kesepakatan Fase I)

"Tidak ada kesepakatan saat ini untuk menghapus salah satu tarif sebagai syarat kesepakatan fase pertama. Satu-satunya orang yang dapat membuat keputusan itu adalah Presiden Donald Trump, sesederhana itu," kata Navarro dalam sesi wawancara "Lou Dobbs Tonight" seperti yang dikutip dari Fox Business.

Pernyataan soal kesepakatan tarif itu sebelumnya berasal dari kementerian perdagangan Tiongkok. Namun, Navarro membantahnya dan menyebut media Negeri Panda sedang  mempropaganda dengan mengabarkan hal tersebut. 

"Mereka hanya bernegosiasi di depan publik, mencoba mendorong kami ke suatu arah, tetapi presiden tetaplah pembuat keputusan," kata Navarro.

Sebelumnya, Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) dikabarkan sepakat untuk menarik kembali kebijakan tarif dagang kedua negara. Pelaksanaan kesepakatan tersebut berlaku setelah fase pertama perundingan dagang selesai.

Kementerian Perdagangan Tiongkok, tanpa menyebut jadwal pelaksanaanya, menyatakan kedua negara telah sepakat untuk membatalkan pemberlakuan tarif secara bertahap.

Jika kesepakatan sementara ini rampung dan resmi diteken, perjanjian ini termasuk  pembatalan tarif yang rencananya diberlakukan pada 15 Desember 2019 terhadap US$ 156 miliar barang impor Tiongkok, termasuk ponsel, laptop, dan mainan.

(Baca: Kesepakatan AS-Tiongkok Diperkirakan Tak Dongkrak IHSG)

Namun pakta kesepakatan dagang pun nyatanya belum selesai dibuat. Pejabat AS mengatakan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan ketika Trump mengumumkan rancangan sementara kesepakatan dagang pada bulan lalu.

Di sisi lain, Juru Bicara Menteri Perdagangan Tiongkok Gao Feng menyatakan pembatalan tarif dagang sebagai  kondisi yang sangat penting dalam kesepakatan. Kedua pihak harus membatalkan pemberlakuan tarif dagang untuk mencapai kesepakatan fase pertama.

"Kedua pihak telah sepakat untuk membatalkan tambahan tarif dalam tahapan yang berbeda, sejalan dengan kelanjutan negosiasi," ujar Gao seperti dikutip dari Reuters pada Jumat (8/11).

Juru Bicara Departemen Pembendaharaan AS dan Pejabat Pedagangan AS tidak berkomentar terhadap pernyataan tersebut. Namun Politisi Partai Republik mendesak Trump untuk mengikat pembatalan tarif dengan elemen kesepakatan yang spesifik.

"Tarif seharusnya diterapkan satu per satu yang diikuti oleh Tiongkok," ujar salah satu sumber kongres Partai Republik.

Selama ini Trump menggunakan instrumen tarif terhadap barang Tiongkok senilai miliaran dolar AS sebagai senjata utama dalam perang dagang.

Oleh sebab itu, kebijkan pembatalan tarif dagang secara bertahap dinilai berlawanan dengan penasihat Trump baik yang berada di dalam ataupun di luar Gedung Putih.