Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan Pimpinan ISIS Abu Bakar al-Baghdadi tewas dalam serangan pasukan khusus AS di Suriah Barat Laut. Ia menyebut penangkapan Baghdadi selama ini telah menjadi prioritas keamanan nasional pemerintahannya.
Trump menjelaskan, Baghdadi meledakkan diri setelah melarikan diri ke terowongan buntu saat pasukan AS. Pasukan AS kemudian mengidentifikasi melalui tes DNA yang menunjukkan pelaku bom bunuh diri adalah benar pimpinan ISIS sejak 2010 itu.
"Dia adalah orang yang sakit dan jahat. Sekarang dia sudah tidak ada," ujar Trump dalam pidato di Gedung Putih seperti dikutip dari Reuters, Senin (28/10).
Beberapa jam kemudian, milisi YPG Kurdi Suriah mengatakan juru bicara Negara Islam Abu al-Hassan al-Muhajir, yang digambarkan sebagai tangan kanan Baghdadi, juga tewas dalam serangan gabungan terpisah oleh pasukan Kurdi dan pasukan AS di Suriah utara.
Kematian Baghdadi merupakan pukulan telak bagi ISIS, yang telah berantakan dan belum memiliki pemimpin penggganti. Namun kelompok itu di masa lalu terbukti tangguh, terus meningkat atau mengilhami serangan di wilayah tersebut dan sekitarnya meskipun kehilangan sebagian besar wilayahnya dalam beberapa tahun terakhir
Baghdadi telah lama dicari oleh Amerika Serikat, yang menawarkan hadiah US$ 25 juta untuk penangkapannya. Ia adalah pemimpin kelompok yang menyatakan kekhalifahan dan mengendalikan wilayah besar Suriah dan Irak.
(Baca: AS Siapkan Sanksi Ekonomi untuk Turki Terkait Serangan ke Suriah)
Trump mengatakan "banyak" orang Baghdadi terbunuh dalam serangan itu dan menambahkan bahwa dalam meledakkan dirinya, Baghdadi juga membunuh tiga anak-anaknya. Ia juga menambahkan pasukan AS tak menderita kerugian personel dan berterima kasih Rusia, Turki, Suriah dan Irak atas dukungan mereka.
"Baghdadi mencapai ujung terowongan ketika anjing-anjing kami mengejarnya. Dia menyalakan rompinya, membunuh dirinya sendiri dan ketiga anaknya," kata Trump.
Rusia skeptis menanggapi informasi tersebut. kementerian pertahanan di Moskow mengatakan bahwa mereka tidak memiliki informasi yang dapat diandalkan tentang serangan AS dan mengamati ada upaya sebelumnya untuk membunuh Baghdad.
Serangan itu terjadi berminggu-minggu setelah Trump mengumumkan penarikan pasukan AS dari Suriah Timur Laut. Langkah ini mengundang kecaman dari sesama anggota Partai Republik dan Demokrat, yang menyatakan keprihatinan pada pejuang Kurdi yang berperan dalam mengalahkan pasukan Negara Islam di Suriah.
Langkah itu dinilai akan membuat ISIS mendapatkan kembali kekuatan dan menimbulkan ancaman bagi AS. Adapun Trump mengatakan, serangan itu tidak akan mengubah keputusannya untuk menarik pasukan dari Suriah.
Namun, kesuksesan serangan ini membantu menangkis kekhawatiran itu dan meningkatkan citra Trump yang tengah menghadapi pemakzulan.
(Baca: Rupiah Melemah Efek Ketegangan Politik AS-Tiongkok soal Hong Kong)
Sekutu regional, Turki dan Israel menyambut informasi tersebut. Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan itu menandai titik balik dalam perjuangan bersama melawan terorisme dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji dengan menyebut serangan itu sebagai pencapaian yang mengesankan.
Namun, Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan permasalahan ISIS belum selesai. "Kematian Al-Baghdadi adalah pukulan berat terhadap ISIS, tetapi itu hanya sebuah panggung," katanya.
Musuh lama AS, Iran, yang menuduh Amerika Serikat dan sekutunya menciptakan ISIS, menolak berkomentar. Menteri Informasi Mohammad Javad Azari-Jahromi dalam akun Twitter-nya menyebut ini bukan pencapaian besar, karena AS baru saja membunuh sesama manusia.
Analis Irak Hisham al-Hashemi, pakar kelompok jihadis, mengatakan kematian Baghdadi kemungkinan akan menyebabkan perpecahan di dalam ISIS.
"Perpecahan dalam ISIS tidak bisa dihindari, selalu terjadi ketika setiap kelompok agama radikal kehilangan pemimpin karismatik," katanya.