Pemerintah Tiongkok mengajukan keluhan terhadap kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Senin (2/9).
AS mulai mengenakan tarif impor sebesar 15% kepada barang-barang Tiongkok pada Minggu (1/9). Tiongkok kemudian membalas dengan mengenakan tarif baru pada produk minyak mentah yang meningkatkan ketegangan perang dagang antara kedua negara.
Dikutip dari Reuters, Tiongkok tak menjelaskan detail pengaduan kepada WTO tersebut. Namun, Negara Tembok Raksasa ini menyebut tarif impor AS berdampak pada ekspor mereka senilai US$ 300 miliar.
(Baca: Imbal Hasil Surat Utang AS Naik, Rupiah Dibuka Melemah)
Gugatan tersebut adalah ketiga kalinya Beijing mengadukan tarif khusus yang diputuskan Presiden Donald Trump kepada WTO.
Pejabat AS mengatakan bahwa mereka menghukum Tiongkok atas tindakan pencurian kekayaan intelektual yang tidak tercakup oleh peraturan WTO. Namun, banyak pakar perdagangan mengatakan bahwa kenaikan tarif apa pun di atas batas maksimum yang diizinkan harus mendapat persetujuan WTO.
Banyak ahli juga mengecam keputusan Tiongkok untuk memerangi api dengan api, dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS yang diimpor ke Tiongkok, juga tanpa persetujuan WTO.
(Baca: Berbagai Kenaikan Tarif dan Ancaman AS -Tiongkok Selama Perang Dagang)
Pada hari Jumat, AS menerbitkan pembelaan tertulis untuk yang pertama kalinya dari tiga kasus hukum dengan Tiongkok. Washington menyatakan bahwa Beijing dan AS sepakat masalah tersebut tidak boleh diadili di WTO.
“Tiongkok telah mengambil keputusan sepihak untuk mengadopsi langkah-langkah kebijakan industri yang agresif untuk mencuri atau dengan cara tidak adil memperoleh teknologi dari mitra dagangnya. AS telah mengadopsi langkah-langkah tarif untuk mencoba mendapatkan penghapusan kebijakan transfer teknologi yang tidak adil dan terdistorsi di Tiongkok," jelas keterangan resmi tersebut.
Tiongkok memilih untuk tidak merespons, tetapi menghukum AS dengan tarif balasan. "Dalam upaya mempertahankan kebijakannya yang tidak adil tanpa batas waktu," jelas Tiongkok.