Perang Dagang Berlanjut, AS Balas Rencana Kenaikan Tarif Tiongkok

ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque
Presiden Amerika Serikat Donald Trump naik ke Air Force One saat ia berangkat dari Washington menuju ke Greenville, North Carolina di Joint Base Andrews, Maryland, Rabu (17/7/2019).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
24/8/2019, 10.29 WIB

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok terus berlanjut. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 5% terhadap produk Tiongkok senilai US$ 250 miliar.

Melalui Twitter, Trump menyatakan bahwa AS akan menaikkan tarif impor untuk produk Tiongkok dari 25% menjadi 30% mulai 1 Oktober 2019. Pernyataan itu dicuitkannya hanya dua belas jam setelah Tiongkok menyatakan akan mengenakan balasan tarif atas produk AS senilai US$ 75 miliar.

"Sedihnya, pemerintah yang lalu telah mengizinkan Tiongkok untuk melangkah begitu jauh dari perdagangan yang adil dan berimbang hingga membebani pembayar pajak Amerika," kata Trump di Twitter, Jumat (23/8) waktu setempat. "Sebagai Presiden, saya tidak bisa lagi membiarkan hal ini terjadi!" 

Pada saat yang sama, Trump mengumumkan kenaikan tarif untuk barang-barang Tiongkok senilai US$ 300 miliar menjadi 15% dari sebelumnya 10%. AS akan mengenakan tarif tersebut pada beberapa produk mulai 1 September. Sedangkan, kenaikan tarif barang-barang lainnya telah ditunda hingga 15 Desember 2019.

(Baca: Modal Asing Masuk Rp 177 Triliun Meski Dibayangi Perang Dagang)

Sebelumnya, dikutip dari New York Times, Trump meminta perusahaan-perusahaan Amerika untuk berhenti berbisnis dengan Tiongkok. Ia juga mengatakan, perekonomian Negeri Paman Sam akan lebih kuat tanpa Tiongkok.

Selain itu, Trump menyebutkan, Kepala Bank Sentral The Fed Jerome Powell sebagai musuh AS. Tidak hanya itu, ia juga membandingkan Powell dengan lawan perdagangannya, Presiden Tiongkok Xi Jinping.

Trump murka lantaran Powell enggan memberikan sinyal penurunan bunga acuan. Padahal, Trump berharap Powell akan mengurangi dampak perang dagang dengan memotong bunga acuan Fed Fund Rate untuk menjaga perekonomian.

Reporter: Rizky Alika