Masayoshi Son, Pendiri Softbank yang Gemar Berburu Unicorn

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Menko bidang Maritim Luhut Panjaitan (kedua kiri) berbincang dengan CEO Grab Anthony Tan (kiri), Founder dan CEO Softbank Masayoshi Son (ketiga kanan), CEO Tokopedia William Tanuwijaya (kanan) dan President of Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata (kedua kanan) usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/7/2019).
Penulis: Hari Widowati
29/7/2019, 12.47 WIB

Investor kelas kakap asal Jepang yang juga pendiri Softbank Group, Masayoshi Son, bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, hari ini (29/7). Masayoshi Son adalah pebisnis ulung yang ulet dan visioner. Ide-idenya kerap dinilai gila. Keberaniannya berinvestasi pada perusahaan-perusahaan rintisan bernilai di atas US$ 1 miliar (unicorn) membuktikan insting bisnisnya yang tajam.

Son lahir di kota kecil Tosu, Jepang pada 11 Agustus 1957. Kakek dan neneknya adalah orang Korea Selatan yang pindah ke Jepang untuk memperbaiki nasib. Orang tuanya menggunakan nama Yasumoto sehingga Son kecil juga dikenal dengan nama Masayoshi Yasumoto. Ia memutuskan menggunakan nama keluarga Koreanya, yakni Son, setelah sukses di Amerika Serikat (AS) dan kembali ke Jepang.

Pada usia 16 tahun, Son mengikuti orang tuanya pindah ke California, AS. Setelah lulus SMA, ia sempat kuliah dua tahun di Holy Names University, Oakland sebelum pindah ke University of California, Berkeley. Di Berkeley, Son mengambil jurusan ekonomi dan ilmu komputer.

Son terinspirasi oleh artikel mengenai microchip yang ditampilkan di sebuah majalah. Ia semakin yakin bahwa teknologi komputer akan menjadi pemicu revolusi komersial berikutnya.

Di tahun-tahun terakhir kuliahnya, Son menemukan penerjemah elektronik yang kemudian dijualnya ke Sharp Corporation seharga US$ 1,7 juta. Ia juga mengimpor mesin video game bekas dari Jepang secara kredit lalu memasang mesin itu di asrama dan sejumlah restoran. Bisnis tersebut menghasilkan uang sebesar US$ 1,5 juta.

Setelah lulus dengan gelar sarjana ekonomi dari UC Berkeley pada 1980, Son mendirikan Unison yang kemudian dibeli oleh perusahaan teknologi Kyocera. Son yang sukses menjadi jutawan lantas kembali ke Jepang dan mendirikan Softbank Corp pada September 1981.

(Baca: Bos Softbank Bertemu Jokowi Senin Pekan Depan, Apa yang Ditawarkan?)

Softbank, Toko Suku Cadang yang Menjadi Konglomerasi

Bisnis yang bermula dari toko suku cadang komputer itu terus berkembang ke bisnis penerbitan dengan diluncurkannya majalah Oh!PC dan Oh!MZ yang membahas teknologi dan komputer. Pada 1989, sirkulasi Oh!PC mencapai 140 ribu kopi dan menjadi majalah teknologi dan komputer terbesar di Jepang.

Pada 1994, Softbank Corp menawarkan sahamnya di Bursa Tokyo dengan valuasi US$ 3 miliar. Ekspansi Softbank diwarnai dengan berbagai akuisisi, antara lain akuisisi COMDEX, yang merupakan penyelenggara pameran komputer terbesar kedua di dunia setelah CeBIT di Jerman. Son juga menjadi salah satu investor awal bagi Yahoo! pada 1995. Son bermitra dengan Yahoo! untuk membuka Yahoo! Japan pada 1996 yang kemudian menjadi situs paling berpengaruh di Jepang pada saat itu.

Pada 1999, Softbank menjadi perusahaan induk. Son juga berinvestasi senilai US$ 20 juta ke Alibaba, perusahaan teknologi asal Tiongkok yang didirikan oleh Jack Ma. Ketika Alibaba mencatatkan sahamnya di Bursa Nasdaq pada September 2014, nilai investasi Son telah melambung menjadi US$ 60 miliar.

Bisnis Softbank semakin besar, bukan hanya di bidang telekomunikasi dan internet. Pada 2013, Softbank menjadi pemegang saham pengendali Aldebaran Robotics asal Prancis yang kemudian diubah namanya menjadi Softbank Robotics.

(Baca: Bos Softbank Temui Jokowi, Bawa CEO Grab dan Tokopedia)

Membentuk Vision Fund untuk Investasi di Startup Teknologi

Keberanian Son mengambil risiko membuatnya menjadi orang terkaya di Jepang versi Forbes dengan nilai kekayaan sekitar US$ 23 miliar atau Rp 322 triliun. Ia membentuk wadah investasi bernama Vision Fund dengan modal awal US$ 100 miliar pada 2016. Vision Fund yang membidik perusahaan-perusahaan di sektor teknologi.

Vision Fund didukung oleh sejumlah investor kakap lainnya, seperti Apple, Foxconn, pendiri Oracle Larry Ellison, Qualcomm, hingga perusahaan investasi Kerajaan Saudi Arabia. Portofolio investasinya mulai dari perusahaan transportasi online Uber Technologies Inc, Didi Chuxing, pengelola coworking space WeWork Co, OYO, Paytm, hingga Grab, dan Tokopedia. Ada 71 perusahaan teknologi yang mendapatkan pendanaan dari Vision Fund dengan nilai total US$ 64,2 miliar.

Menurut Bloomberg, Softbank berhasil membukukan keuntungan sebesar 62% dari Vision Fund. Selain dividen dan capital gain yang didapatkan dari 50% sahamnya di Vision Fund, Softbank juga menerima management fee dan performance fee atas pengelolaan dana tersebut.

Belum lama ini Softbank meluncurkan Vision Fund kedua dengan nilai investasi hingga US$ 108 miliar. Vision Fund kedua ini akan fokus berinvestasi pada teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence). Nilai investasi Softbank di Vision Fund kedua ini mencapai US$ 38 miliar. Pemegang saham lainnya adalah Apple, Foxconn, Microsoft, Mizuho, MUFG Bank, Standard Chartered Bank, Daiwa Securities, hingga perusahaan investasi Kazakhstan.

Meski terbilang sukses berinvestasi di berbagai perusahaan teknologi, Son juga pernah mengalami pengalaman pahit. Investasi senilai US$ 70 miliar hilang saat harga saham perusahaan-perusahaan teknologi AS jeblok di era meletusnya gelembung perusahaan-perusahaan internet pada awal 2000.

(Baca: Bos Softbank Ungkap Rencana Investasi pada Ekosistem Mobil Listrik)