Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjuk Jerome Powell sebagai pimpinan baru Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), menggantikan Janet Yellen yang bakal habis masa jabatan pada Februari 2018. Powell dipandang oleh investor sebagai sosok yang berpandangan moderat sehingga kemungkinan bakal meneruskan langkah hati-hati The Fed dalam menaikkan bunga dana (Fed Fund Rate).
Powell, 64 tahun, bukan orang baru di The Fed. Ia menjabat sebagai Dewan Gubernur The Fed pada 2012, setelah dinominasikan oleh mantan Presiden AS Barack Obama. Sebelumnya, Powell yang juga pendukung Partai Republik ini, berkarier di Departemen Keuangan AS dan bertanggung jawab dalam kebijakan terkait institusi keuangan dan pasar surat utang. Lulusan hukum dari Universitas Georgetown ini juga sempat berkarier sebagai pengacara dan bekerja di bank investasi.
Mengacu pada laporan New York Times, Powell dikenal sebagai sosok yang berpandangan moderat dalam debat-debat di internal The Fed. Ia lebih memilih menyampaikan pandangannya secara privat dibandingkan melalui pidato publik. Sejak bergabung dengan The Fed, dia ikut memberikan suara untuk setiap keputusan, termasuk empat kali kenaikan bunga dana. Ia juga mendukung keputusan The Fed untuk mengurangi stimulus moneter melalui pembelian surat utang.
Hal senada disampaikan mantan rekan kerja Powell di Bipartisan Policy Center Steve Bell.“Dia tidak pernah di posisi ektrim,” ucapnya seperti dikutip Reuters. Menurut dia, Powell menawarkan keberlanjutan kebijakan di era Yellen, pendekatan yang moderat untuk regulasi bank, dan yang terpenting prospek positif bahwa kebijakan moneter tidak akan mengagetkan pasar.
Dari hasil survei yang dilakukan Evercore ISI terhadap 114 investor, para investor berharap Powell bakal menaikkan bunga secara moderat. Adapun dalam pidatonya pada Juni 2017, ia tampak sejalan dengan Yellen soal kebijakan bunga. “Jika kinerja ekonomi sesuai ekspektasi, saya akan melihatnya sebagai saat yang sesuai untuk melanjutkan kenaikan bunga secara bertahap,” kata dia. (Baca juga: BI Anggap Normal Arus Keluar Dana Asing dari Pasar Modal)
Trump sendiri menyebut Powell sebagai sosok yang kuat, berkomitmen dan pintar. “Saya yakin bahwa dengan Jay (nama panggilan Powell) sebagai pengurus yang bijak, The Federal Reserve akan memiliki kepemimpinan yang dibutuhkan di tahun-tahun yang akan datang,” kata dia seperti dikutip New York Times, saat mengumumkan keputusannya menominasikan Powell, di Gedung Putih, Kamis (2/11) waktu Washington D.C.
Adapun keputusan Trump ini masih harus mendapat persetujuan Senat AS. Mengutip Reuters, jika Senat memberikan restu, maka Powell akan menjadi orang pertama setelah William Miller (era 1970-an) yang menjabat sebagai pimpinan The Fed tanpa latar belakang pendidikan di bidang ekonomi.
Adapun kecenderungan Trump menggeser Yellen sudah tampak sejak masa kampanye tahun 2016 lalu. Pangkal soalnya, ia menilai The Fed berpolitik dengan sengaja mempertahankan suku bunga tetap rendah. Tujuannya, membantu Presiden Obama memenangkan kampanye. Trump menyebut kebijakan The Fed tersebut menimbulkan “kekeliruan ekonomi”.
Pada November 2016, ia bahkan sempat mengancam untuk mencopot Yellen dan menggantikannya dengan orang partai Republik jika tidak segera menaikkan suku bunga. Pernyataan Trump tersebut menuai kontroversi lantaran dinilai mengancam independensi bank sentral.
Adapun The Fed akhirnya memutuskan menaikkan bunga pada Desember 2016 sebesar 0,25%. Kenaikan tersebut merupakan yang kedua kalinya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Kebijakan suku bunga rendah diterapkan lantaran krisis ekonomi yang terjadi di negara tersebut.
Tahun ini, The Fed tercatat sudah dua kali menaikkan bunga yaitu pada Maret dan Juni lalu masing-masing sebesar 0,25%. Dengan perkembangan tersebut, bunga The Fed berada di rentang 1-1,25%. Pelaku pasar memprediksi The Fed bakal kembali menaikkan bunga pada Desember mendatang seiring dengan menguatnya ekonomi di AS.