Amnesty International Temukan Bukti Militer Bakar Permukiman Rohingya

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Massa menggelar aksi solidaritas untuk Rohingya di Jakarta, Rabu (6/9). Amnesty International menemukan dugaan keterlibatan militer Burma.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
15/9/2017, 16.21 WIB

Amnesty International menemukan bukti terbaru dalam kasus kekerasan yang terjadi kepada etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar. Dalam temuan terbarunya, Amnesty menyebut bahwa militer Burma (Myanmar) membakar lebih dari 80 lokasi permukiman Rohingya.

Seluruh lokasi tersebut memiliki luasan sekitar 3.300 kilometer persegi. Akibatnya, lebih dari 370 ribu orang Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan selama tiga pekan terakhir.  (Baca: Jokowi Kirim Bantuan bagi Rohingya dengan Empat Pesawat Hercules)

"Ini menjadi target penyerangan sistematis dan ditarget karena agama mereka. Serangan ini sistematis dan disengaja untuk mengeluarkan orang Rohingya dari wilayah tersebut," ujar peneliti Amnesty International untuk Myanmar, Laura Haigh melalui konferensi pers jarak jauh di Sekretariat Amnesty International, Jakarta, Jumat (15/9).

Temuan itu didapatkan Amnesty melalui citra satelit. Hal itu kemudian diverifikasi melalui wawancara dengan puluhan korban yang bereksodus ke Bangladesh dan foto serta video peristiwa. (Baca juga: Diperintahkan Jokowi, Menlu ke Myanmar Bahas Rohingya)

Berdasarkan citra satelit, kebakaran yang terjadi berlokasi di wilayah pedesaan Rohingya. Beberapa lokasi yang terpantau terbakar, seperti Desa Inn Din, Yae Twin Kyun, dan Kee Kyan Pyin.

"Tidak berhasil ditemukan upaya pembakaran selain di wilayah yang ditinggali penduduk Rohingya," kata Laura.

Laura menuturkan, hal tersebut sesuai dengan beberapa saksi mata yang diwawancarai tim Amnesty. Mereka, kata Laura, juga mengalami penyerangan ketika melarikan diri. (Baca: Amnesty Desak Polisi Investigasi Kasus Penembakan di Deiyai Papua)

Salah satu bukti tersebut adalah ditemukannya ranjau di jalur perlintasan etnis Rohingya dari Rakhine State ke Bangladesh. Laura mengatakan, sudah ada lima orang korban akibat ranjau yang ditanam oleh militer Burma.

"Ada lima orang terdampak ranjau dalam dua minggu terakhir, satu meninggal dunia. Tadi malam ada berita yang belum terkonfirmasi tentang ledakan ranjau. Kami sedang mengonfirmasinya," kata Laura.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, penyerangan tak semata dilakukan oleh militer Burma. Ada kelompok lain yang ikut serta dalam penyerangan kepada etnis Rohingya.

Berdasarkan pengakuan saksi mata, kelompok ini merupakan orang-orang di wilayah Rakhine non Rohingya yang ikut melakukan penyerangan. "Di masa sekarang ini yang terlibat adalah orang Rakhine non Rohingya bersama militer dengan polisi," kata Usman.

Usman mengatakan, peristiwa yang terjadi di Rakhine berakar dari diskriminasi etnis minoritas muslim Rohingya. Hal ini telah terjadi sejak status kewarganegaraan warga Rohingya di Myanmar ditolak sejak tahun 1982 silam.

"Yang saat ini terjadi memang sangat berat, karena peristiwa ini merupakan peristiwa yang berakar dari diskriminasi etnis minoritas muslim Rohingya," kata Usman.

Atas masalah yang terjadi kepada etnis Rohingya, Amnesty International pun merekomendasikan beberapa solusi penyelesaian. Salah satu rekomendasi tersebut yakni meminta Myanmar segera mengakhiri kampanye kekerasan dan pelanggaran HAM di Rakhine.

Lalu, memastikan PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya memiliki akses penuh dan tidak terbatas ke semua bagian negara. "Dan memastikan bahwa organisasi yang operasi kemanusiaannya saat ini ditangguhkan di Negara Bagian Rakhine dapat melanjutkan operasinya pada kesempatan paling awal," kata Deputy Director Campaigns Amnesty International Regional Asia Tenggara, Josef Roy Benedict.

Pemerintah Myanmar juga harus memastikan bahwa semua pengungsi dan orang-orang terlantar dapat kembali ke rumah mereka dengan sukarela, aman dan bermartabat. Selain itu, Amnesty meminta agar wartawan independen dan pemantau HAM memiliki akses gratis dan tanpa hambatan ke seluruh wilayah negara.

Amnesty juga meminta adanya investigasi dengan segera, menyeluruh, efektif, serta sesuai dengan standar HAM internasional. "Penuntutan apapun harus menghormati hak pengadilan yang adil dan tidak mengakibatkan hukuman mati," kata Josef.

Amnesty juga meminta pihak berwenang Myanmar mengatasi diskriminasi yang sudah berlangsung lama dan sistematis di Rakhine. Diskriminasi tersebut telah membuat banyak orang, khususnya etnis Rohingya, terjebak dalam lingkaran kekerasan dan kemiskinan.

Myanmar pun diminta untuk bekerja sama sepenuhnya dengan Misi Pencarian Fakta PBB (FFM). Hal inj termasuk dengan mengizinkan anggota FFM PBB mendapat akses penuh dan tidak terbatas ke seluruh penjuru negara.

Adapun terhadap PBB, Usman meminta agar mandat FFM dalat diperpanjang. Pasalnya, FFM PBB yang diketuai Marzuki Darusman saat ini baru menyusun personalia dan melakukan tugas-tugas awal.

Indonesia, kata Usman, punya peran penting untuk bisa melobi PBB agar mandat FFM dapat diperpanjang. Selain itu, Indonesia juga harus mendorong negara anggota PBB lain untuk mengambil langkah aktif untuk menyelesaikan konflik Rohingya.

"Kami mendukung langkah aktif Indonesia mendorong Dewan HAM PBB agar negara anggota PBB mengambil satu langkah yang aktif sehingga bisa menyeledaikan masalah di Rakhine. Indonesia adalah yang paling kunci," kata Usman.