Berbagai cara dilakukan untuk menentang kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait imigran dan pengungsi. Starbucks misalnya, justru berjanji akan mempekerjakan 10 ribu pengungsi. Langkah ini kemudian menuai ancaman boikot di Negeri Paman Sam.
CEO Starbucks Howard Schultz menuliskan niatnya ini dalam sebuah surat terbuka. “Ada lebih dari 65 juta warga dunia yang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dikategorikan sebagai pengungsi. Kami akan mempekerjakan 10 ribu di antaranya dalam lima tahun mendatang,” tulis Schultz seperti dimuat pada laman resmi Starbucks, Ahad (29/1) waktu Washington.
Perekrutan para pengungsi itu akan dilakukan di 75 negara tempat Starbucks beroperasi. Namun, untuk menunjukkan perlawanan atas Trump, proyek ini akan dimulai di Amerika Serikat.
(Baca juga: Larangan Visa dan Pelemahan Ekonomi AS Buat Dolar Bergejolak)
Saat ini Starbucks telah mengoperasikan 23 ribu gerai di seluruh dunia. Jumlah karyawan mereka mencapai 250 ribu orang. "Kami memiliki sejarah panjang memperkerjakan para pemuda yang mencari kesempatan dan jalan untuk sebuah kehidupan baru di seluruh dunia," kata Schultz.
Ia melanjutkan, "Inilah sebabnya kami menggandakan komitmen ini dengan bekerja sama dalam upaya bersama menyambut dan memberikan kesempatan bagi mereka yang kabur dari perang, kekerasan, penindasan, dan diskriminasi.”
Sebelumnya, pada Jumat pekan lalu, Trump menerbitkan sebuah perintah eksekutif untuk menunda kedatangan para pengungsi ke AS setidaknya selama 120 hari. Selain itu Trump juga melarang warga negara Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman untuk memasuki wilayah AS selama 90 hari.
(Baca juga: Komentari Kebijakan Imigrasi Trump, Jokowi : WNI Tak Perlu Resah)
Pendukung Trump pun tak tinggal diam. Percaya bahwa Trump akan berusaha membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi warga Amerika Serikat, mereka membuat tanda pagar #boycottstarbucks. Topik ini sempat menjadi bahasan terpopuler di Twitter Amerika Serikat pada Senin (30/1) waktu setempat.