Sepekan menjelang berakhirnya masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama menyampaikan pidato terakhir dan salam perpisahan . Pidato itu berisi berbagai hal, mulai dari pencapaiannya sebagai Presiden AS selama delapan tahun, mewabahnya informasi tanpa disertai fakta alias hoax hingga kekhawatiran terhadap nasib demokrasi.
Pidato tersebut menyedot perhatian luas masyarakat AS, bahkan dunia. Pusat pertemuan McCormick Place di Kota Chicago berkapasitas 20 ribu orang, yang menjadi arena pidato Obama, pada Selasa malam waktu setempat (10/1), dipadati pengunjung. Linimasa di media sosial juga ramai memperbincangkannya.
"Dalam segala hal, Amerika sudah menjadi tempat yang lebih baik dan lebih kuat," ujar Obama di awal pidatonya. Ia pun menguraikan setidaknya tiga hal yang berubah selama masa kepemimpinannya.
(Baca: Pertemuan Trump dan Jack Ma Dongkrak Saham Alibaba)
Pertama, masalah ras. "Setelah saya terpilih menjadi Presiden, muncul pembicaraan mengenai isu pasca-rasisme di Amerika. Hal seperti itu, sebenarnya, tidak pernah nyata adanya. Karena masalah ras berpotensi memecah belah masyarakat kita. Namun saya melihat hubungan antar-ras saat ini lebih baik dari 10, 20, atau 30 tahun lalu."
Kedua, perbaikan ekonomi dan politik. Saat delapan tahun lalu menjadi Presiden, Obama menargetkan Amerika akan keluar dari resesi, menghidupkan kembali industri otomotif, dan menciptakan lapangan kerja terbesar sepanjang sejarah.
Selain itu, membuka lembaran baru bersama masyarakat Kuba, menutup program persenjataan nuklir Iran secara damai, menemukan otak dari Tragedi 9/11, hingga menghidupkan asuransi kesehatan untuk lebih dari 20 juta warga. "Maka semuanya sudah hampir tercapai," kata Obama.
Ketiga, dukungan Michelle Obama. "Michelle LaVaughn Robinson, gadis dari Selatan. Selama 25 tahun terakhir kamu telah menjadi istri dan anak-anakku. Bukan hanya itu, kamu juga menjadi sahabat terbaikku," kata Obama sembari menatap istrinya.
"Kamu telah mengambil peran yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Tapi kamu menjalankannya dengan penuh sukacita, keberanian, penuh gaya, serta humor. Kamu menjadikan White House tempat bagi semua orang."
(Baca: Trump Pilih Mantan Peserta Apprentice Masuk Gedung Putih)
Presiden AS, yang sekarang berusia 55 tahun ini, terpilih pada 2008 dan mengusung misi untuk membawa harapan dan perubahan bagi warganya. Sementara itu penerusnya, Donald Trump, malah berencana menghapuskan sejumlah kebijakan penting Obama.
Karena itu, sebagian warga Amerika masih belum bisa menerima Trump sebagai presidennya mulai 20 Januari nanti. "Empat tahun lagi," terdengar teriakan dari kerumunan massa pidato Obama. Ia pun menanggapinya. "Saya tidak bisa melakukannya," kata Obama. Seperti di Indonesia, masa jabatan Presiden AS memang hanya dibatasi dua kali kepemimpinan.
Ke depan, Obama mengingatkan adanya potensi ancaman terhadap demokrasi. Ia meminta warga Amerika dari setiap latar belakang untuk melihat segala sesuatu dengan lebih cermat.
Nada suara Obama kemudian meninggi, saat menyatakan pengalihan kekuasaan kepada Trump akan berjalan damai, sebagai lambang demokrasi Amerika. (Baca: Kebijakan Ekonomi Trump: Proteksionisme, Pemangkasan Pajak, Keuangan)
Namun, ia mengingatkan adanya tiga ancaman bagi demokrasi Amerika: ketidakadilan perekonomian, rasisme, serta kemunduran masyarakat akibatnya munculnya berbagai opini tanpa fakta (hoax).
"Jika kalian lelah berdebat dengan orang asing di internet, maka cobalah berbicara dengan orang di dunia nyata," ujarnya disambut tawa dan tepuk tangan para pengunjung.
Dalam kalimat penutupnya, Obama menyampaikan permintaan terakhirnya sebagai Presiden AS. "Saya meminta kalian untuk percaya, 'bukan saya yang akan membawa perubahan, tapi kalian'," ujar Obama yang terkenal dengan semboyan kampanyenya dulu: "Yes, We Can!"