Israel dan AS Ajukan Gugatan US$ 6 Triliun kepada Tiongkok atas Corona

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Garcia Rawli
Ilustrasi, anggota paramiliter Tiongkok di Gerbang Tiananmen. LSM asal Israel Shurat HaDin akan menggugat pemerintah Tiongkok atas dasar kelalaian menangani dan membendung virus corona (Covid-19). Sebelumnya gugatan serupa telah dilayangkan empat pihak melalui pengadilan AS.
Penulis: Agung Jatmiko
21/4/2020, 10.21 WIB

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asal Israel Shurat HaDin berencana mengajukan gugatan terhadap Tiongkok, atas dasar kelalaian membendung penyebaran virus corona (Covid-19).

Mengutip The Jerusalem Post, Minggu (19/4), gugatan Shurat HaDin, setelah diajukan, akan bergabung dengan empat gugatan hukum lain melalui pengadilan Amerika Serikat (AS).

Keempat gugatan hukum lain tersebut, juga menuduh pemerintah Tiongkok lalai membendung Covid-19, yang akhirnya menjadi pandemi global.

Gugatan diajukan melalui pengadilan AS karena, banyak negara takut akan kekuatan ekonomi Tiongkok dan implikasinya pada hubungan ke depan. Untuk Israel misalnya, dalam beberapa tahun terakhir Tiongkok telah melakukan investasi besar-besaran dalam infrastruktur.

Menurut Daily Examiner, melalui gugatan Shurat HaDin dan beberapa pihak lain, pihak Tiongkok dihadapkan dengan nilai gugatan kompensasi sebesar US$ 6 triliun.

Shurat HaDin biasanya berfokus pada kelompok-kelompok teror, namun menurut konsultan hukum asal Israel Aviel Leitner, suatu negara tidak dapat melakukan tindakan teror dan mengklaim kekebalan karena mereka adalah agen yang berdaulat.

(Baca: Tiongkok Bantah Trump Soal Covid-19 Berasal dari Laboratorium Wuhan )

"Tiongkok seharusnya tidak dapat menghindari gugatan, karena mereka telah gagal dalam menangani dan membendung virus corona," kata Aviel, dilansir dari The Jerusalem Post, Minggu (19/4).

Sebelumnya, Newsweek pada Kamis (16/4) melaporkan, setidaknya ada empat gugatan yang diajukan melalui AS kepada pemerintah Tiongkok. Empat pihak tersebut mengguat Tiongkok karena kelalaian membendung Covid-19 dan memperingatkan dunia akan bahayanya.

Beberapa penggugat antara lain, koalisi manajer properti serta firma akuntan publik di California. Keduanya mengklaim mewakili seluruh usaha kecil California, yang terdampak Covid-19. Selain itu, gugatan juga diajukan oleh kelompok masyarakat di negara bagian Florida, AS.

Pihak penggugat lainnya adalah, Larry Klayman, seorang pengacara konservatif AS dan pendiri kelompok Freedom Watch. Bersama organisasinya, ia mengajukan gugatan class action, yang menuduh Tiongkok melepaskan "senjata biologis" ke publik.

Semua gugatan itu menuduh pemerintah Tiongkok terlibat langsung dalam pandemi Covid-19 dan berharap menggunakan sistem hukum AS untuk memulihkan sejumlah besar kerusakan.

Meski demikian, gugatan kepada pemerintah Tiongkok ini dipandang pakar hukum lemah. Profesor Hukum Internasional University of California Hasting College of Law Chimène Keitner mengungkapkan, pemerintah Tiongkok dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Imunitas Asing atau Foreign Sovereign Immunities Act of 1976 (FSIA).

Menurut Keitner, FSIA memberikan pemerintah asing kekebalan dari sebagian besar tuntutan hukum yang diajukan melalui sistem hukum AS. Pengecualian hanya diberikan dalam beberapa kondisi, namun kondisi saat ini bukan merupakan dasar yang kuat.

(Baca: Kota Wuhan Revisi Data, Angka Kematian Akibat Corona Naik 50% )

"Pemberian kekebalan dasar adalah fakta dalam hubungan internasional. Jadi seluruh premis dari undang-undang tersebut adalah mengodifikasi imunitas negara-negara asing," kata Keitner, dilansir dari Newsweek, Kamis (16/4).

Menurutnya, gugatan bahwa pemerintah Tiongkok harus bertanggung jawab karena penyebaran Covid-19 dimulai di Wuhan dan otoritas Tiongkok gagal membendungnya, merupakan gugatan yang tidak berdasar.

Pasalnya, agar pemerintah Tiongkok dikecualikan dari FSIA, pengoperasian pasar tempat virus menyebar tersebut harus dibuktikan oleh para penggugat dikelola langsung oleh pemerintah Tiongkok.

Hal inilah yang dipandang Keitner tidak berdasar, karena pasar Wuhan merupakan aktivitas komersial lokal yang tidak ada hubungannya dengan kebijakan politik-ekonomi Tiongkok.

Meski yang terjadi di Wuhan merupakan kelalaian, pemerintah Tiongkok juga tidak bisa digugat atas aktivitas yang dijalankan di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu, tidak memiliki kewajiban afirmatif menurut hukum AS.

"Gugatan baru masuk akal apabila aktivitas yang dianggap merugikan tersebut, dilakukan oleh pemerintah Tiongkok di wilayah penggugat," kata Keitner.

(Baca: Kasus Positif Corona Tembus 2 Juta, WHO Kaji Dampak AS Setop Pendanaan)