Trump Tutup Komunikasi dengan Tiongkok, Perang Dagang Makin Rumit

ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis/aww/cf
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh Tiongkok sebagai penyebab munculnya virus corona. Perang dagang antar kedua negara semakin jauh dari kata damai.
Penulis: Sorta Tobing
18/5/2020, 21.43 WIB

Hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok berada di titik terendah. Presiden Donald Trump kembali menyalahkan Beijing atas pandemi corona yang menginfeksi dunia. “Ini serangan terburuk yang pernah terjadi di negara kami,” ucap Presiden AS ke-45 itu pada Rabu (13/5), melansir dari CNN.

Pernyataan itu kemudian dibalas oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok. Dalam keterangan tertulisnya, Beijing menyatakan sebaiknya Washington fokus memperbaiki masalah di dalam negerinya dan berhenti menyebarkan disinformasi atau menyesatkan masyarakat internasional.

Tak cukup sampai di situ, Trump kemudian menyatakan rasa frustasinya terhadap kemajuan perjanjian dagang dengan negara tersebut. “Entah bagaimana, saya sedikit kehilangan keinginan untuk membicarakannya,” katanya. Perang dagang AS-Tiongkok sudah berjalan sejak akhir 2018.

Padahal kedua negara pada Januari lalu sudah menghilangkan ketegangan dengan menandatangani perjanjian fase pertama. Inti kesepakatan itu adalah Tiongkok berjanji membeli setidaknya US$ 200 miliar produk pertanian AS serta barang dan jasa lainnya selama dua tahun. Tujuannya, untuk menutup defisit perdangan AS dengan Tiongkok yang pada 2019 mencapai US$ 345,6 miliar.

(Baca: Misteri di Balik Kematian Dubes Tiongkok Untuk Israel )

Tapi kenyataan tak seindah angka di atas kertas. Kesepakatan itu termasuk ambisius, bahkan sebelum pandemi Covid-19 menghantam perekonomian global. Washington Post melaporkan, hingga akhir Maret, total ekspor AS ke Cina hanya berjalan sepertiga langkah dari target. Pesanan Beijing untuk mobil, pesawat, dan produk energi Washington berada jauh daripada angka tahun lalu.

Tiongkok saat ini mustahil memenuhi perjanjian dagang tahap pertama. Apalagi, kebutuhan AS juga tinggi terhadap pasokan medis dari negara itu dalam menghadapi virus corona.

Presiden AS Donald Trump menuding Tiongkok sebagai baing kerok kemunculan virus corona Covid-19. (ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria/wsj/cf)

Perang Dagang, Pertaruhan Terakhir Trump Sebelum Pilpres AS

Kesepakatan dagang dengan Tiongkok ibarat arena pertaruhan terakhir Trump. Berkali-kali ia mengatakan akan mewujudkan ekonomi AS yang lebih kuat, termasuk membuat perdagangan dengan Cina lebih mengutungkan negaranya. Kalau dia gagal mewujudkannya, posisinya akan berada di ujung tanduk pada pemilihan presiden November 2020.

Di tengah usahanya mewujudkan janji tersebut, Trump malah menuduh Tiongkok sebagai biang kerok kemunculan virus corona. Ia meyakini virus ini berasal dari sebuah laboratorium di Institut Virologi Wuhan.

Tuduhan itu membuat gelombang anti-Cina di AS justru menguat. Presiden AS dari Partai Republik tersebut semakin sulit melakukan kesepakatan dagang.

(Baca: Amerika Setop Uji Coba Program Tes Corona yang Didukung Bill Gates)

Sebuah jajak pendapat dari Pew Rearch, melansir dari The Guardian, menuliskan pada bulan lalu sekitar dua pertiga masyarakat AS memiliki pandangan negatif terhadap Tiongkok. Ketidakpercayaan ini semakin dalam setelah Trump menuntut tanggung jawab Tiongkok atas pandemi.

Ia mengaku belum berbicara dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping soal Covid-19. “Kita bisa memutus seluruh hubungan (dengan Tiongkok),” kata Trump kepada Fox News, tanpa sedikit pun penjelasan spesifik. “Saat ini saya tidak mau berbicara dengan dia.”

Perang Dagang AS vs Tiongkok (Katadata)

Apa Dampak Tertutupnya Komunikasi AS-Tiongkok?

Trump tak puas dengan perkembangan dagang dengan Tiongkok. Pintu negosiasi sedang ditutup. Rencana selanjutnya, ia akan memindahkan perusahaan asal negaranya dari Tiongkok.

Langkah ini sudah masuk dalam pembahasan para pembuat kebijakan dan undang-undang. Mereka sedang menyiapkan “pemanis”, termasuk keringanan pajak dan subsidi, agar perusahaan mau menjalankan operasional di AS.

Reuters melaporkan, diskusi dengan para pengusaha sedang berlangsung. Trump berjanji untuk membawa kembali industri manufaktur ke dalam negeri.

(Baca: AS Perpanjang Larangan Penggunaan Produk Teknologi Huawei Hingga 2021)

Baik Partai Republik dan Demokrat sedang merancang aturan untuk mengurangi ketergantungan negaranya pada produk buatan Cina. Sumbangannya terhadap keseluruhan impor AS pada 2019 mencapai 18%.

“Virus corona telah menjadi panggilan yang menyakitkan, bahwa kami terlalu bergantung pada negara-negara, seperti Tiongkok, untuk pasokan medis,” kata Senator AS Lindsey Graham dalam siaran persnya Jumat (15/5). 

Pemerintahan AS juga berencana melakukan serangkaian tindakan hukuman terhadap Tiongkok sebagai pembalasan atas kegagalannya menahan pandemi. Opsi yang akan dipilih adalah menuntut pejabat Beijing hingga melewatkan beberapa kewajiban pembayaran US$ 1.000 miliar yang menjadi hutang AS kepada Tiongkok.

Washington juga meningkatkan tekanan militer terhadap Beijing di Laut Cina Selatan. Selama beberapa minggu terakhir, mengutip dari CNN, kapal Angkatan laut AS dan pesawat pembom Angkatan Udara melakukan unjuk kekuatan di perairan tersebut.

(Baca: Nouriel Roubini Ramal 10 Kondisi Suram Greater Depression Pasca-Corona)

Pada Jumat lalu, Departemen Perdagangan AS mengeluarkan rencana memblokir Huawei memperoleh semikonduktor yang memakai teknologi negaranya. Forbes menuliskan, aksi ini dapat membuat perusahaan telekomunikasi asal Cina itu tak mendapat akses pasar di Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan.

Seperti negara lain di dunia, Tiongkok masih bergantung pada teknologi AS, termasuk semikonduktor dan sistem operasi telepon seluler. Tapi kondisi sekarang tak sama ketika Perang Dingin AS-Uni Soviet. Cina memiliki akses ke pasar modal. Hanya tinggal menunggu waktu saja sampai kecanggihan teknologi mereka diperkirakan akan setara dengan negara adikuasa itu.