Mematut Skema Subsidi Gaji Penangkal PHK Akibat Corona di Inggris & AS

ANTARA FOTO/REUTERS/Brendan McDermid/hp/dj
Brendan McDermid Warga mengantre di bank makanan di Gereja St. Bartholomew, ditengah wabah virus corona (COVID-19) di Queens bagian Elmhurst, Kota New York, New York, Amerika Serikat, Jumat (15/5/2020).
Penulis: Pingit Aria
28/5/2020, 16.51 WIB

Virus corona telah menginfeksi perekonomian di seluruh dunia. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK akibat terhentinya kegiatan bisnis tak hanya terjadi di Indonesia. Amerika Serikat pun mengalaminya.

Pandemi virus corona (Covid-19) telah membuat tingkat pengangguran Amerika Serikat (AS) melonjak menjadi 14,7%. Terakhir kali AS mencapai tingkat pengangguran ini adalah, saat era Depresi Besar tahun 1930-an.

Mengutip Associated Press, Minggu (10/5), Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan pada April 2020 tercatat 20,5 juta pekerjaan di AS telah hilang. "Tingkat pengangguran ini tidak pernah terlihat sebelumnya, dan mungkin tidak akan terlihat lagi, kecuali jika ada pandemi lagi," ujar Ekonom Senior BMO Capital Markets Sal Guatieri, dilansir dari Associated Press.

Lonjakan tingkat pengangguran AS ini memang bisa dibilang mengejutkan, sebab terjadinya dalam rentang waktu dua bulan. Pada Februari 2020, AS masih mencatatkan rekor pengangguran terendah selama 50 tahun, yakni 3,5%.

(Baca: Kematian Covid-19 di AS Tembus 100.000 saat Trump Desak Buka Lockdown)

Tingkat pengangguran AS diperkirakan masih akan memburuk, meski sebagian pusat bisnis di beberapa negara bagian mulai dibuka kembali. Pasalnya, masih banyak bisnis seperti pabrik, hotel, restoran, resor, tempat olahraga, bioskop dan banyak usaha kecil masih tutup.

Mengutip Reuters, Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengungkapkan, Gedung Putih tengah mengkaji stimulus fiskal lanjutan untuk mengurangi dampak negatif pandemi Covid-19.

"Namun, pemerintah federal tidak akan melakukan bail out, terutama bagi negara bagian yang dikelola secara buruk. Kebijakan yang sedang dikaji adalah, mengurangi pajak penghasilan," kata Mnuchin, dilansir dari Reuters, Minggu (10/5).

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah menandatangani Rancangan-Undang-Undang Bantuan Virus Korona senilai US$ 2,2 triliun atau setara Rp 34 ribu triliun.

"Saya menandatangani satu paket bantuan ekonomi terbesar dalam sejarah Amerika. Ini akan memberikan pertolongan yang sangat dibutuhkan bagi keluarga, pekerja, dan bisnis bangsa kita, dan itu lah masalahnya," kata Trump, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu, 28 Maret 2020.

(Baca: Hubungan AS-Tiongkok Kian Memanas, Rupiah Lesu ke 14.715 per Dolar AS)

Kemudian, pada April 2020, AS Kembali merilis paket stimulus senilai US$ 483 miliar atau sekitar Rp 7.486 triliun. Paket stimulus ini ditujukan untuk pengangguran korban PHK akibat virus corona. Sebab, jumlah pekerja yang mengajukan tunjangan melonjak dari 4,4 juta jiwa menjadi 26,4 juta orang.

Bagaimanapun, pendekatan berbeda dilakukan oleh Pemerintah Inggris dalam menggelontorkan stimulus. Ketimbang memberikan bantuan tunai bagi korban PHK, Inggris memilih untuk mencegah PHK itu terjadi. Bagaimana caranya?

Subsidi Gaji di Inggris

Ya, Pemerintah Inggris memberikan subsidi atas upah para pekerja. Hal ini dilakukan dalam rangka menghadapi dampak virus corona di dunia bisnis, agar perusahaan dapat menghindari PHK pada pekerja. Hasilnya, tingkat pengangguran Inggris masih terkontrol di kisaran 3%.

Mengutip laporan CNN, Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak mengatakan bahwa pemerintah akan membayarkan 80% gaji pekerja untuk tiga bulan, sejak April 2020. Nilai maksimalnya sekitar US$ 2.900 atau sekitar Rp 46,4 juta (kurs Rp 16.000), jumlah ini diambil dari nilai upah minimum di Inggris.

Sunak mengatakan langkah-langkah itu akan berlaku untuk semua perusahaan, besar atau kecil. Hal ini juga diharapkan dapat meminimalisir dampak resesi yang disebut membayangi Inggris ketika aktivitas di seluruh ekonomi terhenti.

Total, Inggris menggelontorkan hampir US$ 400 miliar untuk membantu bisnis di negaranya dalam menghadapi corona. "Kami akan mendukung pekerja, kami mendukung pendapatan dan kami akan mendukung bisnis, dan kami akan melakukan apa pun," kata Sunak.

(Baca: Banjir Paket Stimulus Ekonomi Dunia, IHSG Sesi I Naik Hingga 1,87%)

Kebijakan serupa diadaptasi oleh Swedia, Belanda, hingga Singapura. Pada April 2020 lalu, Pemerintah Singapura mengumumkan paket stimulus ketiga senilai US$ 3,6 miliar atau setara dengan Rp 57 triliun.

Paket stimulus ketiga ini difokuskan untuk membantu ekonomi dunia usaha dan masyarakat menghadapi periode pengetatan social distancing. Melalui paket stimulus ketiga, pemerintah akan memberikan bantuan subsidi gaji pekerja di Singapura untuk April 2020, penggratisan sewa dan pungutan lainnya untuk pekerja asing, dan bantuan langsung tunai sebesar US$ 417 atau setara Rp 6,6 juta kepada seluruh masyarakat dewasa di Singapura.

Dengan diterbitkannya paket stimulus ketiga tersebut, maka total pemerintah Singapura telah mengeluarkan paket stimulus senilai US$ 41,7 miliar atau setara Rp 667,2 triliun. Angka tersebut juga setara sekitar 12% produk domestik bruto (PDB) Singapura.